“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS Al Baqarah [2]:186)
Dalam kehidupan sehari-hari, tanpa kita sadari kita banyak berharap pada makhluk melebihi apa yang kita harapkan kepada Allah SWT. Contohnya adalah ketika kita berharap seseorang akan menolong kita disaat kita dalam kesempitan. Ketika kita telah menyampaikan permintaan tolong dan orang tersebut meminta kita untuk menunggu. Saat itulah terlintas segala pikiran dalam benak kita, bagaimana caranya agar orang tersebut cepat menolong kita. Kalau kita berpikir positif, tidaklah seorangpun mampu mempengaruhi orang lain selain Allah SWT semata. Allah Maha Berkuasa untuk membolak-balikkan hati seseorang. Hanya Allah SWT semata yang dapat menunjuki hati hamba-Nya dengan hidayah-Nya agar membantu hamba-Nya yang lain. Allah yang Maha Berkehendak menentukan sesuatu, karena segala apa yang terjadi tunduk pada taqdir-Nya. Demikianlah kehidupan di bumi ini selalu berjalan.
Satu hal yang juga sering terjadi dalam kehidupan kita adalah kita selalu bertanya kepada seorang peramal atau seseorang yang kita sebut dengan ‘orang pintar’ tentang nasib kita atau jika barang yang kita sayangi hilang. Kenapa kita harus percaya kepada ramalan peramal tersebut? Kita boleh berkata bahwa seorang peramal dapat melihat alam ghaib yang ada di depannya, tapi pernahkah kita bertanya, kalaulah ia mengetahui apa yang terjadi dihadapannya, tentulah peramal tersebut telah memilih taqdir yang terbaik untuk dirinya sendiri? Bukankah demikian? Tapi kenyataan yang kita lihat berbeda. Ia tetap menjalankan profesinya sebagai peramal dan tidak dapat mengubah taqdirnya sendiri.
Dari ayat diatas, Allah SWT mengisyaratkan kepada kita bahwa pengabulan (ijabah) sebuah doa adalah berdasarkan (1) permohonan yang tulus dan ikhlas kepada-Nya yang dibarengi dengan (2) memenuhi segala perintah Allah dan (3) beriman kepada-Nya. Dengan memenuhi ketiga kriteria tersebut, Allah akan memilihkan sesuatu yang terbaik dari apa yang dimohonkan oleh hamba-Nya itu. Jika Allah telah memilihkan yang terbaik, pastilah itu adalah sesuatu yang ‘terbaik’ bagi hamba-Nya.
Untuk memperjelas ayat diatas, ada beberapa riwayat yang menguatkannya, yaitu:
Rasulullah saw bersabda, “Seorang mukmin dimuka bumi yang berdoa pasti diterima asalkan tidak meminta sesuatu yang buruk (dosa/kemudharatan) atau memutuskan hubungan silaturrahim.” Para sahabat Nabi kemudian berkata, “Kalau begitu kami akan memperbanyak doa.” Rasulullah menjawab, “Allah lebih banyak lagi karunia-Nya.” (HR At Tirmidzi)
Rasulullah saw bersabda, “Selalu diterima doa seseorang muslim selama ia tidak terburu-buru.” Sahabat bertanya, “Bagaimana dengan terburu-buru itu ya Rasulullah?” Nabi menjawab, “Seseorang yang berkata, aku telah berdoa, tapi tidak juga dikabulkan.” (HR Bukhari dan Muslim)
Rasulullah saw bersabda, “Jangan suka berdoa yang tidak baik terhadap dirimu atau anak-anakmu atau harta milikmu. Jangan sampai ketika engkau berdoa, disaat itu Allah langsung mengabulkan doamu.” (HR Muslim)
Dari beberapa hadish diatas mengingatkan kepada kita bahwa doa pastilah dikabulkan (di ijabah) asal tidak meminta sesuatu yang buruk (mudharat) ataupun memutuskan tali silaturrahim ataupun tergesa-gesa minta dikabulkan. Sebagai hamba Allah yang lemah, kita tidaklah mengetahui sesuatu ghaib. Hal ini mengajarkan kepada kita belum tentu yang kita minta itu sesuatu yang baik bagi kita. Bukan mustahil apa yang kita minta itu sesuatu yang menyebabkan kemudharatan atau keburukan (bencana). Kita merasa doa kita tidak di ijabah (dikabulkan) oleh Allah SWT, padahal Allah SWT telah memilihkan untuk kita yang lebih baik dari apa yang kita minta dan menghindarkan kita dari kemudharatan.
Ada suatu kisah yang menjadi pelajaran bagi kita ketika nabi Nuh as meminta kepada Allah agar Allah menyelamatkan keluarganya dari bencana banjir yang menimpa kaumnya. Tapi Allah dengan kekuasaan-Nya membiarkan salah seorang anak nabi Nuh tertimpa oleh azab tersebut. Kisah ini kita dapati di QS Hud [11]: 45-47,
“Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata, ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku (yang Engkau berjanji akan Engkau selamatkan), dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah hakim yang seadil-adilnya.’ Allah berfirman: ‘Hai Nuh sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan). Sesungguhnya (perbuatannya) perbuatan yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang jahil (tidak berpengetahuan)’. Nuh Berkata, ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon kepada Engkau sesuatu yang aku tidak mengetahui (hakekat)nya. Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku dan (tidak) merahmatiku, niscaya aku termasuk orang-orang yang merugi.’”
Suatu kisah yang luar biasa bagi kita. Seorang Nabi yang memohon kepada Allah agar anaknya diselamatkan dari bencana dan menurut ukuran manusia hal itu adalah sebuah kewajaran tapi tidak menurut Allah SWT. Ada hikmah dibalik kisah ini agar kita manusia yang lemah ini tidak meminta sesuatu yang tidak kita ketahui hakekatnya. Walaupun kita maksud permohonan itu adalah baik, tapi belum tentu baik disisi Allah SWT.
Ada sebuah Hadish Qudsi yang pernah Rasulullah saw sampaikan dihadapan para sahabat-sahabatnya. Rasulullah bersabda, “Di hari akhirat nanti, ketika seorang hamba telah ditentukan baginya balasan kebaikan dan balasan keburukan yang pernah ia lakukan ketika di dunia, Allah ‘Azza wa Jalla masih saja mendatangkan balasan kebaikan amalan yang pernah dibuatnya ketika dia hidup di dunia. Hamba itu merasa tidak pernah melakukannya dan berkata, “Ya Allah, balasan apakah yang Engkau berikan kepadaku ini? Semua amalanku ketika di dunia telah Engkau balas dengan sempurna. Aku merasa tidak pernah melakukannya ketika aku hidup di dunia.” Allah menjawab, “Wahai hamba-Ku, inilah balasan dari doa yang engkau mohonkan kepada-Ku yang tidak Aku ijabah (kabulkan) di dunia, karena jika Aku ijabah (kabulkan) hal itu akan membawa kemudharatan kepadamu.” Hamba itu kemudian berkata, “Maha Suci Engkau ya Allah yang telah membalas amalanku dengan sempurna.” (HR Muslim)
Senin, 13 Juli 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar