Rahasia Sholat
mbah romo
11-03-2008, 04:56 AM
Keterkaitan Shalat dan Akhlak
Shalat sebagai tiang agama, penyangga bangunan megah lagi perkasa. Ia sebagai cahaya terang keyakinan, obat pelipur ragam penyakit di dalam dada dan pengendali segala problem yang membelenggu langkah-langkah kehidupan manusia. Oleh karenanya, shalat dapat mencegah perilaku keji dan munkar, menjauhkan hawa nafsu yang condong pada kejelekan untuk mencampakkannya sejauh mungkin (Asykuri, tt:137)
Ibadah Shalat yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam adalah bangunan megah indah yang memiliki sejuta ruang yang menampung semua inspirasi dan aspirasi serta ekspresi positif seseorang untuk berperilaku baik, karena perbuatan dan perkataan yang terkandung dalam shalat banyak mengandung hikmah, yang diantaranya menuntut kepada mushalli untuk meninggalkan perbuatan keji dan mungkar.
Sayangnya shalat sering dipandang hanya dalam bentuk formal ritual, mulai dari takbir, ruku’, sujud, dan salam. Sebuah kombinasi gerakan fisik yang terkait dengan tatanan fikih, tanpa ada kemuan yang mendalam atau keinginan untuk memahami hakikat yang terkandung di dalam simbol-simbol shalat. Berikut ini adalah nilai-nilai akhlak yang terkandung dalam proses menjalankan ibadah shalat.
Pertama, latihan kedisiplinan. Waktu pelaksanaan shalat sudah ditentukan sehingga kita tidak boleh seenaknya mengganti, memajukan ataupun mengundurkan waktu pelaksanaannya, yang akan mengakibatkan batalnya shalat kita. Hal ini melatih kita untuk berdisiplin dan sekaligus menghargai waktu. Dengan senantiasa menjaga keteraturan ibadah dengan sunguh-sungguh, manusia akan terlatih untuk berdisiplin terhadap waktu (Toto Tasmara, 2001: 81). Dari segi banyaknya aturan dalam shalat seperti syarat sahnya, tata cara pelaksanaannya maupun hal-hal yang dilarang ketika shalat, batasan-batasan ini juga melatih kedisiplinan manusia untuk taat pada peraturan, tidak “semau gue” ataupun menuruti keinginan pribadi semata.
Kedua, latihan kebersihan, sebelum shalat, seseorang disyaratkan untuk mensycikan dirinya terlebih dahulu, yaitu dengan berwudlu atau bertayammum. Hal ini mengandung pengertian bahwa shalat hanya boleh dikerjakan oleh orang yang suci dari segala bentuk najis dan kotoran sehingga kita diharapkan selalu berlaku bersih dan suci. Di sini, kebersihan yang dituntut bukanlah secara fisik semata, akan tetapi meliputi aspek non-fisik sehingga diharapkan orang yang terbiasa melakukan shalat akan bersih secara lahir maupun batin.
Ketiga, latihan konsentrasi. Shalat melibatkan aktivitas lisan, badan, dan pikiran secara bersamaan dalam rangka menghadap ilahi. Ketika lisan mengucapkan Allahu Akbar, secara serentak tangan diangkat ke atas sebagai lambang memuliakan dan membesarkan, dan bersamaan dengan itu pula di dalam pikiran diniatkan akan shalat. Pada saat itu, semua hubungan diputuskan dengan dunia luar sendiri. Semua hal dipandang tidak ada kecuali hanya dirinya dan Allah, yang sedang disembah. Pemusatan seperti ini, yang dikerjakan secara rutin sehari lima sekali, melatih kemampuan konsentrasi pada manusia. Konsentrasi, dalam bahasa Arab disebut dengan khusyu’, dituntut untuk dapat dilakukan oleh pelaku shalat. Kekhusyukan ini sering disamakan dengan proses meditasi. Meditasi yang sering dilakukan oleh manusia dipercaya dapat meningkatkan kemampuan konsentrasi dan mengurangi kecemasan.
Keempat, latihan sugesti kebaikan. Bacaan-bacaan di dalam shalat adalah kata-kata baik yang banyak mengandung pujian sekaligus doa kepada Allah. Memuji Allah artinya mengakui kelemahan kita sebagai manusia, sehingga melatih kita untuk senantiasa menjadi orang yang rendah hati, dan tidak sombong. Berdoa, selain bermakna nilai kerendahan hati, sekaligus juga dapat menumbuhkan sikap optimis dalam kehidupan. Ditinjau dari teori hypnosis yang menjadi landasan dari salah satu teknik terapi kejiwaan, pengucapan kata-kata (bacaan shalat) merupakan suatu proses auto sugesti, yang membuat si pelaku selalu berusaha mewujudkan apa yang telah diucapkannya tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Kelima, latihan kebersamaan. Dalam mengerjakan shalat sangat disarankan untuk melakukannya secara berjamaah (bersama orang lain). Dari sisi pahala, berdasarkan hadits nabi SAW jauh lebih besar bila dibandingkan dengan shalat sendiri-sendiri. Dari sisi psikologis, shalat berjamaah bisa memberikan aspek terapi yang sangat hebat manfaatnya, baik bersifat preventif maupun kuratif. Dengan shalat berjamaah, seseorang dapat menghindarkan diri dari gangguan kejiwaan seperti gejala keterasingan diri. Dengan shalat berjamaah, seseorang merasa adanya kebersamaan dalam hal nasib, kedudukan, rasa derita dan senang. Tidak ada lagi perbedaan antar individu berdasarkan pangkat, kedudukan, jabatan, dan lain-lain di dalam pelaksanaan shalat berjamaah...(dari lembarju
Sabtu, 27 Juni 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar