Pada suatu hari, seseorang membawa berita yang sungguh mengejutkan: nama saya masuk sebagai warga Facebook. Dengan gambar dan segala keterangan.
Saya sudah lamat-lamat mendengar perkara Facebook ini. Waktu itu saya anggap ia sebuah negeri asing, khusus untuk mereka yang mau nampang dan butuh teman. Maka saya enggan masuk, sebab saya pikir saya tidak suka nampang (sebuah dugaan yang sangat keliru, ternyata). Tapi kemudian ada yang memaksa saya mengubah sikap.
Tak lama setelah berita mengejutkan itu, terbetik sebuah kabar yang tak kalah mengagetkan: seorang pengamat seni menemukan nama “Tony Prabowo”, komponis itu, sebagai warga masyarakat Facebook. Ini aneh, sebab Tony sang komponis amat pemalu. Namun setelah dibuka, yang muncul bukan wajahnya, melainkan seorang lelaki yang kurang “nyeniman” dan kurang pemalu ketimbang Tony sang komponis. Pria itu memakai sebatang koteka yang gagah perkasa. Tak diketahui apakah memang ada Tony Koteka, tapi yang jelas ada Tony yang bukan penggemar busana ke-Timur-an itu, dan dia merasa resah.
Khawatir bahwa saya akan resah juga, bahwa akan ada nama dan foto saya dengan pakaian Jawa, sayapun mendaftar Facebook. Sendiri.. Tentu dengan dipandu teman-teman yang sudah mahir.
Sejak itu saya menemukan satu hal: saya suka jadi warga Facebook, saya suka tampil, saya suka bergaul, dan saya amat cerewet. Saya jadi bagian dari satu himpunan pengguna atau anggota Facebook yang diperkirakan berjumlah sekitar 170 juta di seluruh dunia.
Saya tak tahu persis berapa besar umat itu di Indonesia. Yang saya tahu, begitu saya “dimasukkan” ke dalam paguyuban ini, saya menemukan begitu banyak kenalan dan bukan kenalan yang terdaftar sebagai “kawan”. Karena saya tak telaten, teman saya (syukurlah) tak lebih dari 400. Ada kenalan yang punya “kawan” sampai 5000.
Mereka umumnya setia dan tekun.
Maka bisalah kita menamakan mereka sebagai bagian dari Jemaah Al-Fisbuqiyyah. Jemaah ini unik. Setelah saya amati, juga sambil mengamati diri sendiri, saya melihat ciri-ciri mereka:
(1) tak betah kalau tak berada dekat komputer dengan sambungan internet,
(2) bersedia menghabiskan waktu beberapa jam sekali duduk untuk bercengkerma dengan sesama “kawan”, lama atau pun baru
(3) gemar menulis segala sesuatunya, yang penting dan terutama yang tidak penting.
Mereka umumnya periang. Mereka merasa menemukan sebuah wilayah tersendiri dengan demokrasi yang praktis penuh: tiap orang, pakar atau bukan, pintar atau bodoh, dapat mengutarakan pendapatnya dan merasa sederajat dengan orang lain.
Maka ada yang mengeluh: buat apa mendengarkan pendapat orang-orang yang tak punya otoritas apapun mengenai satu hal, misalnya soal demam berdarah, penyu langka, atau Palestina?
Tapi keluhan semacam ini memang datang dari mereka yang belum terbiasa dengan fasilitas internet. Seorang sejarawan tak resmi dari Tarikat ini menemukan, bahwa keluhan itu berakar pada pandangan yang tumbuh dari zaman Hammurabi. Raja Babilon abad ke-18 Sebelum Masehi ini dikenal sebagai penguasa pertama yang menuliskan hukum secara tertulis.
Sejak itu, teks tertulis dianggap kepanjangan sebuah otoritas yang tak terbantah.
Jamaah Tarekat Al-Fisbuqiyyah muncul pada zaman pasca-Hamurabi. Teks tertulis terus dibikin (disebut “posting”, atau “message”), tetapi tak sendirian lagi seperti Kode Hammurabi yang ditatah di batu.
Teks itu tak sendirian karena tak jarang dicampur dengan gambar atau musik dan segala yang bersuara. Juga tak jarang bercampur dengan ciri-ciri kelisanan, misalnya ada “ciileee”, “akhhhh”, “nikh”, dan lebih sering lagi, “he-he-he-he”. Teks itu juga dikerumuni teks-teks lain, para anggota al-Fisbuqiyyah lain.
Teks zaman pasca-Hammurabi tak punya otoritas, apalagi yang tak terbantah. Yang ditulis Fareed Zakaria di Newsweek sama bobotnya dengan Farid yang bukan Zakaria, misalnya Farid Gaban atau Farid Gundulpringis. Kalau kita baca The Washington Post On-line, misalnya, sebuah kolom opini penulis beken selalu disertai satu ruangan di bawahnya tempat siapa saja bisa berpendapat.
Zaman pasca-Hammurabi atau zaman Tarikat Al-Fisbuqiyah, adalah zaman “inter-aktif”. Maka di sini orang bisa repartee, tukar menukar lelucon, saling meledek. Semua berjalan cepat dan – ini yang penting – relatif murah ketimbang “san-dek” (pesan-pendek atau SMS).
Saya akui bahwa saya dan para anggota Tarikat umumnya suka nampang, tapi tidak benar pula Facebook, yaitu masjid atau gerejanya Tarikat Al-Fisbuqiyyah, telah jadi wahana buat narsisme. Ada sebuah tulisan di The Jakarta Post yang menuduh demikian, tapi yang benar bukanlah narsisime, melainkan ekshibisionisme. Narcissus mengagumi wajahnya sendiri di kolam, sendirian. Sedang umat Al-Fisbuqiyyah memperlihatkan diri ke segala penjuru di mana temannya ada. Dengan catatan, “diri” itu tentu saja “diri” yang tak lengkap, sudah diedit, bahkan disamarkan. Dan “teman” tentu saja tak bisa semuanya.
Ada semangat pamer dan juga berbagi. Terkadang sulit untuk sepenuhnya privat. Kita bisa dipotret waktu sedang tak ingin kelihatan dan di-“tag” fotonya ke FB oleh teman atau “teman” -- yang ketika disiarkan lalu dilihat ratusan atau ribuan orang lain yang tak selamanya tahu apa gerangan konteks adegan dalam foto itu.
Mungkin di sini perlu ada kode etik atau cara buat menghormati yang privat. Tapi Kitab al-Tag-tag-an, salah satu kitab kuning Tarikat al-Fisbuqiyyah, belum merumuskan itu.
Akhirnya, apa keuntungan jadi anggota Tarikat? Saya tidak tahu. Mungkin tak ada. Bahkan ada kantor yang melarang karyawannya sibuk dengan Facebook, takut mengganggu produktifitas kerja.
Benarkah kegiatan ini membikin banyak teman? Benar dan tidak. Jelas, saya bertambah kenalan yang menyenangkan. Tapi saya juga melihat ada orang-orang yang memasang pesan atau komentar atau catatan untuk menyalurkan agresifitasnya, dengan menghina atau memfitnah. Atau, dengan menunjukkan kepintaran sendiri, mencemooh orang lain. Umumnya dengan bahasa Inggris. Kadang-kadang dengan bahasa Jerman. (Belum saya temukan anggota Tarikat dari Indonesia yang pamer kepinteran dalam bahasa Hawaii dan Tegal).
Bagi saya, salah satu fungsi jadi anggota Tarikat tak banyak, kecuali sebagai selingan: membuat saya santai, di tengah-tengah ketegangan mengerjakan hal-hal yang pelik. Saya hitung 86% dari waktu saya di FB adalah buat bergurau. Sebagai seorang insomniak yang bersertifikat, saya menggunakannya buat mengisi waktu ketika sulit tidur. Saya tak tahan untuk terus menerus melek dan serius. Saya juga tak tahan untuk berteman dengan orang yang terus menerus melek dan serius. **
Jika engkau dalam kesulitan ingatlah selalu pada Nya... Jika engkau lupa sebutlah nama'NYA,.. Kita ini hanyalah manusia,,, yang selalu ingin mendapatkan kebahagiaan... Jika kebahagiaan juga tak ujung datang... Mohon dan sujudlah pada'Nya... Kita hanya mampu berdoa,, tapi hanya Dialah yang menentukan... Allah itu maha segala... Janganlah pernah engkau melupakan'Nya...
Sabtu, 25 Juli 2009
Khutbah Jum'at : INDONESIA AKAN BAIK JIKA .....
KHUTBAH PERTAMA:
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ ...
فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.
Jama’ah Jum’at Rahimakumullah,
Keterpurukan ekonomi dan moneter yang melanda Indonesia dan beberapa negara lainnya berdampak mengenaskan bagi kehi-dupan masyarakat kelas ekonomi bawah, khususnya, angka kemis-kinan semakin membengkak. Angka di bawah garis kemiskinan juga semakin besar. Keterpurukan ekonomi dan moneter yang di-mulai sejak 1997 M. di Indonesia telah didahului oleh krisis moral dan akidah, krisis kejujuran, dan keteladanan.
Pada sisi lain kelas ekonomi menengah ke atas, terus-menerus menumpuk-numpuk kekayaan, mengeruk harta benda dengan segala cara, dan berfoya ria mengumbar hawa nafsu. Kecil sekali perhatiannya terhadap perbaikan ekonomi golongan mustad'afin. Bahkan orang kaya terus mengeruk harga rakyat beratus-ratus trilyun rupiah dengan bekerja sama dengan para penguasa lacur.
Norma-norma ketimuran sebagai orang timur, terlebih nilai akidah, syariat, dan akhlak Islam tidak lagi dilirik sedikit pun, apa-lagi dijadikan dasar pijakan untuk berperilaku yang cantik. Sungguh keadaan yang sangat memilukan ini menimpa hampir seluruh struktur dan kultur masyarakat Indonesia, kecuali yang dirahmati Allah Ta’ala.
Genap lengkaplah penderitaan jasmani dan rohani, sosial dan emosional. Jati diri manusia beradab telah beralih kepada perilaku-perilaku kehewanan. Keadaan ini menunjukkan bahwa kebanyakan manusia telah bergeser dari statusnya sebagai hamba Allah Ta’ala yang diciptakan hanya untuk beribadah kepadaNya saja. Hanyalah se-dikit manusia yang Allah Ta’ala jaga yang tidak terlibat di dalam perkara yang mengenaskan tersebut, sehingga tetap istiqamah hanya beribadah kepadaNya saja.
Ulah atau tingkah laku yang seharusnya menaati Pencipta manusia, telah mereka gantikan dengan menuruti hawa nafsu. Segala sesuatu hanya berdasar pertimbangan akal mereka yang terbatas dan nafsu hewani belaka. Aturan-aturan Penciptanya tak lagi dihiraukan.
Keadaan seperti inilah yang membuat Allah Ta’ala menurunkan azabnya. Berbagai bencana alam, musibah berskala besar datang silih berganti. Inilah ulah tangan manusia yang tidak bertanggung jawab yang membuat kerusakan di muka bumi ini. Bukankah Allah Ta’ala telah berfirman,
وَمَا أَرْسَلْنَا فِي قَرْيَةٍ مِّن نَّبِيٍّ إِلاَّ أَخَذْنَا أَهْلَهَا بِالْبَأْسَاء وَالضَّرَّاء لَعَلَّهُمْ يَضَّرَّعُونَ{94} ثُمَّ بَدَّلْنَا مَكَانَ السَّيِّئَةِ الْحَسَنَةَ حَتَّى عَفَواْ وَّقَالُواْ قَدْ مَسَّ آبَاءنَا الضَّرَّاء وَالسَّرَّاء فَأَخَذْنَاهُم بَغْتَةً وَهُمْ لاَ يَشْعُرُونَ{95} وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُواْ وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ وَلَـكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ{96} أَفَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَن يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا بَيَاتاً وَهُمْ نَآئِمُونَ{97} أَوَ أَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَن يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا ضُحًى وَهُمْ يَلْعَبُونَ{98} أَفَأَمِنُواْ مَكْرَ اللّهِ فَلاَ يَأْمَنُ مَكْرَ اللّهِ إِلاَّ الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ{99} أَوَلَمْ يَهْدِ لِلَّذِينَ يَرِثُونَ الأَرْضَ مِن بَعْدِ أَهْلِهَا أَن لَّوْ نَشَاء أَصَبْنَاهُم بِذُنُوبِهِمْ وَنَطْبَعُ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَهُمْ لاَ يَسْمَعُونَ {100}
"Kami tidaklah mengutus seorang nabi pun kepada suatu negeri, (lalu penduduknya mendustakan nabi itu), melainkan Kami timpakan kepada penduduknya kesempitan dan penderitaan supaya mereka tunduk dan merendahkan diri. Kemudian Kami ganti kesusahan itu dengan kesenangan hingga keturunan dan harta mereka bertambah banyak, dan mereka berkata, 'Sesungguhnya nenek moyang kami pun telah merasai penderitaan dan kesenangan', maka Kami timpakan siksaan atas mereka dengan sekonyong-konyong sedang mereka tidak menyadarinya. Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalan naik ketika mereka sedang bermain? Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiadalah yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi. Dan apakah belum jelas bagi orang-orang yang mempusakai suatu negeri sesudah (lenyap) penduduknya, bahwa kalau Kami meng-hendaki tentu Kami azab mereka karena dosa-dosanya; dan Kami kunci hati mereka sehingga mereka tidak dapat mendengar (pelajaran lagi)?" (Al-A'raf: 94-100).
Keadaan seperti ini membuat sebagian manusia 'telah kalah sebelum berperang'. Artinya, melihat, menyaksikan, merasakan, dan mengalami penderitaan yang bertubi-tubi, sekaligus tidak memiliki daya upaya dan tidak memohon pertolongan, hidayah, dan inayah kepada pencipta mereka yakni Allah Ta’ala, akhirnya muncullah sikap menyerah, pasrah, lemah gairah untuk maju, tidak ada semangat juang untuk keluar dari krisis multi dimensional. Motivasi hancur, harta benda hancur, keluarga hancur, kehormatan hancur, tidak memiliki sandaran atau dasar beragama yang memadai, akhirnya sikap pesimistis menatap ke depan menjadi pilihan yang tak seha-rusnya diambil.
Akankah azab atau hal ini segera berakhir di Indonesia?
Jama’ah Jum’at Rahimakumullah
Sebaik-baik manusia yang bersalah adalah mereka yang menyadari kesalahannya kemudian bertaubat. Sebaliknya –tentu saja- manusia yang paling jahat adalah manusia yang berbuat salah ke-pada penciptanya dan kepada sesama makhluk, akan tetapi tidak mengakui kesalahannya dan dengan kepongahan dan kesombongannya, tidak peduli untuk meminta maaf, bertaubat, dan mem-perbaiki diri.
Bukankah banyak manusia Indonesia (jutaan) masih meminta rizki, dimudahkan jodohnya, pangkatnya, dilepaskan dari kesulitan hidup, memintanya kepada kuburan dengan anggapan si mayit adalah orang shalih yang dekat dengan Allah Ta’ala, sehingga dapat dijadikan perantara untuk memintanya kepada Allah Ta’ala. Juga me-minta kepada patung, keris, pohon, batu, paranormal, jin, dukun, dan sejenisnya. Inilah dosa terbesar (syirik). Dan… masih teramat banyak jenis kesyirikan yang dilakukan mereka.
Bukankah Allah Ta’ala telah berfirman,
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
"Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan." (Al-Fatihah: 5).
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُواْ لِي وَلْيُؤْمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
"Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepadaKu, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)Ku dan hendaklah mereka beriman kepadaKu, agar mereka selalu berada dalam kebenaran." (Al-Baqarah: 186).
Jama’ah Jum’at Rahimakumullah,
Demikian halnya kesalahan besar telah dilakukan jutaan manusia berupa berakhlak rendah, tidak berakhlak karimah. Dosa-dosa besar dikerjakan setiap hari secara terang-terangan yang menjadi pemandangan menyesakkan dada orang-orang yang peduli dengan agamanya. Hukum Allah Ta’ala tidak diterapkan di dalam kehidupan individu, keluarga, masyarakat, berbangsa dan bernegara serta dalam tataran internasional, kecuali hal-hal tertentu yang disesuaikan dengan selera dan hawa nafsu (mencampur yang haq dengan yang batil).
Jika keadaan seperti ini tidak membuat manusia menyadari akan kekeliruan atau kesalahan dan merasa berada di dalam kebe-naran atas dasar, standar atau kriteria hawa nafsu, maka sungguh teramat layak jika musibah, azab, bencana, akan terus menimpa manusia Indonesia, seperti sekarang ini.
Lalu kapan hal itu akan berakhir?
Jama’ah Jum’at Rahimakumullah,
Benar, dengan izin Allah Ta’ala, lambat ataupun cepat keadaan tersebut akan berakhir dan berganti dengan kebaikan dengan syarat:
- Manusia Indonesia, sebagian besarnya (pada gholibnya) ber-taubat.
- Istiqamah di dalam beriman dan bertakwa.
- Beramal shalih.
- Bertawakal kepada Allah Ta’ala.
Bertaubat artinya menyadari kesalahannya, meminta ampun kepada Allah Ta’ala, bertekad bulat tidak akan mengulangi kesalahan, berusaha sekuat kemampuan untuk berbuat baik, dan meminta maaf kepada sesama manusia jika kesalahan tersebut menyangkut hak manusia yang dirampas. Inilah taubatan nasuha. Firman Allah Ta’ala,
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّاراً{10} يُرْسِلِ السَّمَاء عَلَيْكُم مِّدْرَاراً{11} وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَاراً{12}
"Maka aku katakan kepada mereka, 'Mohonlah ampun kepada Rabbmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun' niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai." (Nuh: 10-12).
Berdasarkan ayat ini, jika kita bertaubat, maka kesulitan seperti yang Indonesia alami, akan segera Allah Ta’ala ganti dengan kemudahan. Hal yang sama disebutkan di dalam banyak ayat.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ أَكْثَرَ الْاِسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللّهُ لَهُ مِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا، وَمِنْ كُلِّ ضِيْقٍ مَخْرَجًا وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ.
"Barangsiapa memperbanyak istighfar, niscaya Allah menjadikan untuk setiap kesedihannya jalan keluar dan untuk setiap kesempitannya kelapangan dan Allah akan memberinya rizki (yang halal) dari arah yang tidak disangka-sangka." (HR. Ahmad)
Jama’ah Jum’at Rahimakumullah,
Istiqamah di dalam beriman dan bertakwa adalah langkah kedua, setelah bertaubat. Manusia yang telah bertaubat, tetaplah harus mempertahankan keimanan dan ketakwaannya dan terus berusaha meningkatkannya dengan ketaatan kepada Allah Ta’ala dan RasulNya. Mereka harus berusaha sekuat tenaga untuk melaksanakan perintah Allah Ta’ala dan RasulNya, dan menjauhi segala laranganNya.
Jika masyarakat umum telah benar-benar beriman dan bertakwa, maka keadaan mereka yang dulunya mengenaskan akan Allah Ta’ala ubah dengan yang sebaliknya. FirmanNya,
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُواْ وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ
"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi." (Al-A'raf: 96).
وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجاً. وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْراً.
"Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." (Ath-Thalaq: 2-3).
Jama’ah Jum’at Rahimakumullah,
Beramal shalih merupakan bukti bahwa masyarakat yang telah bertaubat, dan benar-benar beriman dan bertakwa, di dalam perbuatannya (hati, lisan, dan anggota badannya) bergerak untuk merencanakan aktivitas, mengelola, melaksanakannya, mengontrol, serta mengevaluasi dan mengembangkannya di dalam lingkup pribadi, keluarga, masyarakat, berbangsa dan bernegara maupun aktivitas internasional yang selalu berdasarkan (at-Tauhid) keikhlasan dan ittiba' (mencontoh Rasulullah Shallallahu ‘alaihiwasallam).
Jika demikian keadaannya, maka yang haq akan bersinar dan kebatilan akan lenyap. Umat Islam akan memimpin dunia dengan kebenaran dan keadilan, jauh dari kebatilan dan kezhaliman seperti sekarang ini. FirmanNya,
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُم فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْناً يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئاً وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, seba-gaimana Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diri-dhaiNya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan mengubah (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sen-tosa. Mereka tetap menyembahKu dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik." (An-Nur: 55).
Jama’ah Jum’at Rahimakumullah,
Tawakal adalah salah satu sifat orang-orang yang beriman dan bertakwa. Setelah beramal shalih atau beraktivitas semaksimal mungkin dalam kebaikan, mereka menyadari bahwa itu semua atas karunia dan kekuatan dari Allah Ta’ala. Dan hasil akhir yang berkuasa untuk menentukannya adalah Allah Ta’ala pula. Oleh karena itu mereka bertawakal (menyerahkan segala hal ikhwal akhirnya) hanya kepada Allah Ta’ala, tidak kepada dirinya yang lemah, seperti halnya kebanyakan manusia yang sombong.
Dengan bertawakal inilah akan menjadi baik bagi seluruh masyarakat. Jika ikhtiarnya sukses, mereka akan bersyukur. Jika ikhtiarnya belum sampai kepada tujuan yang diinginkan, mereka tidak akan kecewa, sebab itu pun akan baik bagi mereka. Selama mereka di dalam kebaikan, mereka yakin dan optimis, bahwa upaya, aktivitas atau amal shalih mereka akan dibalas oleh Allah Ta’ala, lambat ataupun cepat, di dunia ataupun di akhirat. FirmanNya,
وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرا
"Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." (Ath-Thalaq: 3).
أَقُوْلُ قَوْلِي هَذا أَسْتَغْفِرُ اللهَ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ
Khutbah yang kedua
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَلَّى اللَّّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا
Jama’ah Jum’at Rahimakumullah,
Sesungguhnya orang yang memiliki keyakinan yang kuat kepada Allah c dan RasulNya atau benar-benar beriman, maka dalam menghadapi persoalan hidup di dunia ini –bagaimanapun peliknya, sulitnya, menderitanya– tidaklah akan membuatnya pesimis yang berakhir pada keputusasaan. Tidak, sekali-kali tidak.
Orang beriman apabila diuji oleh Allah Ta’ala dengan kelapangan, maka ia akan bersyukur dan hal itu baik baginya. Jika ia diuji dengan kesempitan, maka ia akan bersabar dan hal itu baik pula bagi-nya. Hal inilah yang menakjubkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihiwasallam.
Sebagai keluarga, masyarakat, bangsa dan negara, maka umat Islam harus berada di dalam kondisi tersebut di atas. Mereka akan senantiasa bersabar di dalam menghadapi berbagai keadaan yang tidak menyenangkan. Mereka akan senantiasa optimis menatap masa depan setelah menilai, dan menghisab keadaan yang ada. Mereka mengevaluasi dan menemukan jalan keluar berdasarkan kitabullah dan Sunnah NabiNya.
Maka didapatilah bahwa bangsa ini selayaknya bertaubat ke-pada Allah Ta’ala, kemudian istiqamah di dalam beriman dan bertakwa, dibarengi dengan amal shalih dan bertawakal kepadaNya saja.
Sikap optimis seperti ini menepis sikap pesimistis sebagian kecil manusia Indonesia yang mengatakan bahwa dengan berbagai problematika ini, jangan-jangan Indonesia akan musnah sebagaimana musnahnya bangsa-bangsa besar di masa lampau. Sikap pesimis tersebut akan menjadi kenyataan, jika benar-benar bangsa ini enggan untuk bertaubat kepadaNya, enggan untuk beriman dan bertakwa, enggan untuk beramal shalih, dan enggan untuk bertawakal kepadaNya semata.
Jika bangsa Indonesia di dalam menghadapi kemelut berkepanjangan ini menyerahkan solusinya semata-mata kepada akal dan hawa mereka, maka sudah pasti kemusnahan bangsa Indonesia memang mungkin saja terjadi, wallahu a'lam. Marilah kita memohon pertolongan, karunia, petunjuk, dan inayah dariNya, agar kita semua dilepaskan dari berbagai kesulitan dan dimudahkan untuk menempuh jalan menuju perbaikan sesuai yang dikehendaki oleh Allah Ta’ala dan RasulNya. .
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. وَصَلىَّ اللهُ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ تَسْلِيمًا كَثِيرًا وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ اْلحَمْدُ لِلهِ رَبِّ اْلعَالمَِينَ.
Oleh: Suroso Abd. Salam, M.Pd.
Dikutip dari Buku Kumpulan Khutbah Jum’at Pilihan Setahun Edisi ke-2, Darul Haq Jakarta).
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ ...
فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.
Jama’ah Jum’at Rahimakumullah,
Keterpurukan ekonomi dan moneter yang melanda Indonesia dan beberapa negara lainnya berdampak mengenaskan bagi kehi-dupan masyarakat kelas ekonomi bawah, khususnya, angka kemis-kinan semakin membengkak. Angka di bawah garis kemiskinan juga semakin besar. Keterpurukan ekonomi dan moneter yang di-mulai sejak 1997 M. di Indonesia telah didahului oleh krisis moral dan akidah, krisis kejujuran, dan keteladanan.
Pada sisi lain kelas ekonomi menengah ke atas, terus-menerus menumpuk-numpuk kekayaan, mengeruk harta benda dengan segala cara, dan berfoya ria mengumbar hawa nafsu. Kecil sekali perhatiannya terhadap perbaikan ekonomi golongan mustad'afin. Bahkan orang kaya terus mengeruk harga rakyat beratus-ratus trilyun rupiah dengan bekerja sama dengan para penguasa lacur.
Norma-norma ketimuran sebagai orang timur, terlebih nilai akidah, syariat, dan akhlak Islam tidak lagi dilirik sedikit pun, apa-lagi dijadikan dasar pijakan untuk berperilaku yang cantik. Sungguh keadaan yang sangat memilukan ini menimpa hampir seluruh struktur dan kultur masyarakat Indonesia, kecuali yang dirahmati Allah Ta’ala.
Genap lengkaplah penderitaan jasmani dan rohani, sosial dan emosional. Jati diri manusia beradab telah beralih kepada perilaku-perilaku kehewanan. Keadaan ini menunjukkan bahwa kebanyakan manusia telah bergeser dari statusnya sebagai hamba Allah Ta’ala yang diciptakan hanya untuk beribadah kepadaNya saja. Hanyalah se-dikit manusia yang Allah Ta’ala jaga yang tidak terlibat di dalam perkara yang mengenaskan tersebut, sehingga tetap istiqamah hanya beribadah kepadaNya saja.
Ulah atau tingkah laku yang seharusnya menaati Pencipta manusia, telah mereka gantikan dengan menuruti hawa nafsu. Segala sesuatu hanya berdasar pertimbangan akal mereka yang terbatas dan nafsu hewani belaka. Aturan-aturan Penciptanya tak lagi dihiraukan.
Keadaan seperti inilah yang membuat Allah Ta’ala menurunkan azabnya. Berbagai bencana alam, musibah berskala besar datang silih berganti. Inilah ulah tangan manusia yang tidak bertanggung jawab yang membuat kerusakan di muka bumi ini. Bukankah Allah Ta’ala telah berfirman,
وَمَا أَرْسَلْنَا فِي قَرْيَةٍ مِّن نَّبِيٍّ إِلاَّ أَخَذْنَا أَهْلَهَا بِالْبَأْسَاء وَالضَّرَّاء لَعَلَّهُمْ يَضَّرَّعُونَ{94} ثُمَّ بَدَّلْنَا مَكَانَ السَّيِّئَةِ الْحَسَنَةَ حَتَّى عَفَواْ وَّقَالُواْ قَدْ مَسَّ آبَاءنَا الضَّرَّاء وَالسَّرَّاء فَأَخَذْنَاهُم بَغْتَةً وَهُمْ لاَ يَشْعُرُونَ{95} وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُواْ وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ وَلَـكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ{96} أَفَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَن يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا بَيَاتاً وَهُمْ نَآئِمُونَ{97} أَوَ أَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَن يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا ضُحًى وَهُمْ يَلْعَبُونَ{98} أَفَأَمِنُواْ مَكْرَ اللّهِ فَلاَ يَأْمَنُ مَكْرَ اللّهِ إِلاَّ الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ{99} أَوَلَمْ يَهْدِ لِلَّذِينَ يَرِثُونَ الأَرْضَ مِن بَعْدِ أَهْلِهَا أَن لَّوْ نَشَاء أَصَبْنَاهُم بِذُنُوبِهِمْ وَنَطْبَعُ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَهُمْ لاَ يَسْمَعُونَ {100}
"Kami tidaklah mengutus seorang nabi pun kepada suatu negeri, (lalu penduduknya mendustakan nabi itu), melainkan Kami timpakan kepada penduduknya kesempitan dan penderitaan supaya mereka tunduk dan merendahkan diri. Kemudian Kami ganti kesusahan itu dengan kesenangan hingga keturunan dan harta mereka bertambah banyak, dan mereka berkata, 'Sesungguhnya nenek moyang kami pun telah merasai penderitaan dan kesenangan', maka Kami timpakan siksaan atas mereka dengan sekonyong-konyong sedang mereka tidak menyadarinya. Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalan naik ketika mereka sedang bermain? Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiadalah yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi. Dan apakah belum jelas bagi orang-orang yang mempusakai suatu negeri sesudah (lenyap) penduduknya, bahwa kalau Kami meng-hendaki tentu Kami azab mereka karena dosa-dosanya; dan Kami kunci hati mereka sehingga mereka tidak dapat mendengar (pelajaran lagi)?" (Al-A'raf: 94-100).
Keadaan seperti ini membuat sebagian manusia 'telah kalah sebelum berperang'. Artinya, melihat, menyaksikan, merasakan, dan mengalami penderitaan yang bertubi-tubi, sekaligus tidak memiliki daya upaya dan tidak memohon pertolongan, hidayah, dan inayah kepada pencipta mereka yakni Allah Ta’ala, akhirnya muncullah sikap menyerah, pasrah, lemah gairah untuk maju, tidak ada semangat juang untuk keluar dari krisis multi dimensional. Motivasi hancur, harta benda hancur, keluarga hancur, kehormatan hancur, tidak memiliki sandaran atau dasar beragama yang memadai, akhirnya sikap pesimistis menatap ke depan menjadi pilihan yang tak seha-rusnya diambil.
Akankah azab atau hal ini segera berakhir di Indonesia?
Jama’ah Jum’at Rahimakumullah
Sebaik-baik manusia yang bersalah adalah mereka yang menyadari kesalahannya kemudian bertaubat. Sebaliknya –tentu saja- manusia yang paling jahat adalah manusia yang berbuat salah ke-pada penciptanya dan kepada sesama makhluk, akan tetapi tidak mengakui kesalahannya dan dengan kepongahan dan kesombongannya, tidak peduli untuk meminta maaf, bertaubat, dan mem-perbaiki diri.
Bukankah banyak manusia Indonesia (jutaan) masih meminta rizki, dimudahkan jodohnya, pangkatnya, dilepaskan dari kesulitan hidup, memintanya kepada kuburan dengan anggapan si mayit adalah orang shalih yang dekat dengan Allah Ta’ala, sehingga dapat dijadikan perantara untuk memintanya kepada Allah Ta’ala. Juga me-minta kepada patung, keris, pohon, batu, paranormal, jin, dukun, dan sejenisnya. Inilah dosa terbesar (syirik). Dan… masih teramat banyak jenis kesyirikan yang dilakukan mereka.
Bukankah Allah Ta’ala telah berfirman,
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
"Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan." (Al-Fatihah: 5).
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُواْ لِي وَلْيُؤْمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
"Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepadaKu, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)Ku dan hendaklah mereka beriman kepadaKu, agar mereka selalu berada dalam kebenaran." (Al-Baqarah: 186).
Jama’ah Jum’at Rahimakumullah,
Demikian halnya kesalahan besar telah dilakukan jutaan manusia berupa berakhlak rendah, tidak berakhlak karimah. Dosa-dosa besar dikerjakan setiap hari secara terang-terangan yang menjadi pemandangan menyesakkan dada orang-orang yang peduli dengan agamanya. Hukum Allah Ta’ala tidak diterapkan di dalam kehidupan individu, keluarga, masyarakat, berbangsa dan bernegara serta dalam tataran internasional, kecuali hal-hal tertentu yang disesuaikan dengan selera dan hawa nafsu (mencampur yang haq dengan yang batil).
Jika keadaan seperti ini tidak membuat manusia menyadari akan kekeliruan atau kesalahan dan merasa berada di dalam kebe-naran atas dasar, standar atau kriteria hawa nafsu, maka sungguh teramat layak jika musibah, azab, bencana, akan terus menimpa manusia Indonesia, seperti sekarang ini.
Lalu kapan hal itu akan berakhir?
Jama’ah Jum’at Rahimakumullah,
Benar, dengan izin Allah Ta’ala, lambat ataupun cepat keadaan tersebut akan berakhir dan berganti dengan kebaikan dengan syarat:
- Manusia Indonesia, sebagian besarnya (pada gholibnya) ber-taubat.
- Istiqamah di dalam beriman dan bertakwa.
- Beramal shalih.
- Bertawakal kepada Allah Ta’ala.
Bertaubat artinya menyadari kesalahannya, meminta ampun kepada Allah Ta’ala, bertekad bulat tidak akan mengulangi kesalahan, berusaha sekuat kemampuan untuk berbuat baik, dan meminta maaf kepada sesama manusia jika kesalahan tersebut menyangkut hak manusia yang dirampas. Inilah taubatan nasuha. Firman Allah Ta’ala,
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّاراً{10} يُرْسِلِ السَّمَاء عَلَيْكُم مِّدْرَاراً{11} وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَاراً{12}
"Maka aku katakan kepada mereka, 'Mohonlah ampun kepada Rabbmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun' niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai." (Nuh: 10-12).
Berdasarkan ayat ini, jika kita bertaubat, maka kesulitan seperti yang Indonesia alami, akan segera Allah Ta’ala ganti dengan kemudahan. Hal yang sama disebutkan di dalam banyak ayat.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ أَكْثَرَ الْاِسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللّهُ لَهُ مِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا، وَمِنْ كُلِّ ضِيْقٍ مَخْرَجًا وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ.
"Barangsiapa memperbanyak istighfar, niscaya Allah menjadikan untuk setiap kesedihannya jalan keluar dan untuk setiap kesempitannya kelapangan dan Allah akan memberinya rizki (yang halal) dari arah yang tidak disangka-sangka." (HR. Ahmad)
Jama’ah Jum’at Rahimakumullah,
Istiqamah di dalam beriman dan bertakwa adalah langkah kedua, setelah bertaubat. Manusia yang telah bertaubat, tetaplah harus mempertahankan keimanan dan ketakwaannya dan terus berusaha meningkatkannya dengan ketaatan kepada Allah Ta’ala dan RasulNya. Mereka harus berusaha sekuat tenaga untuk melaksanakan perintah Allah Ta’ala dan RasulNya, dan menjauhi segala laranganNya.
Jika masyarakat umum telah benar-benar beriman dan bertakwa, maka keadaan mereka yang dulunya mengenaskan akan Allah Ta’ala ubah dengan yang sebaliknya. FirmanNya,
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُواْ وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ
"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi." (Al-A'raf: 96).
وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجاً. وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْراً.
"Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." (Ath-Thalaq: 2-3).
Jama’ah Jum’at Rahimakumullah,
Beramal shalih merupakan bukti bahwa masyarakat yang telah bertaubat, dan benar-benar beriman dan bertakwa, di dalam perbuatannya (hati, lisan, dan anggota badannya) bergerak untuk merencanakan aktivitas, mengelola, melaksanakannya, mengontrol, serta mengevaluasi dan mengembangkannya di dalam lingkup pribadi, keluarga, masyarakat, berbangsa dan bernegara maupun aktivitas internasional yang selalu berdasarkan (at-Tauhid) keikhlasan dan ittiba' (mencontoh Rasulullah Shallallahu ‘alaihiwasallam).
Jika demikian keadaannya, maka yang haq akan bersinar dan kebatilan akan lenyap. Umat Islam akan memimpin dunia dengan kebenaran dan keadilan, jauh dari kebatilan dan kezhaliman seperti sekarang ini. FirmanNya,
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُم فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْناً يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئاً وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, seba-gaimana Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diri-dhaiNya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan mengubah (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sen-tosa. Mereka tetap menyembahKu dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik." (An-Nur: 55).
Jama’ah Jum’at Rahimakumullah,
Tawakal adalah salah satu sifat orang-orang yang beriman dan bertakwa. Setelah beramal shalih atau beraktivitas semaksimal mungkin dalam kebaikan, mereka menyadari bahwa itu semua atas karunia dan kekuatan dari Allah Ta’ala. Dan hasil akhir yang berkuasa untuk menentukannya adalah Allah Ta’ala pula. Oleh karena itu mereka bertawakal (menyerahkan segala hal ikhwal akhirnya) hanya kepada Allah Ta’ala, tidak kepada dirinya yang lemah, seperti halnya kebanyakan manusia yang sombong.
Dengan bertawakal inilah akan menjadi baik bagi seluruh masyarakat. Jika ikhtiarnya sukses, mereka akan bersyukur. Jika ikhtiarnya belum sampai kepada tujuan yang diinginkan, mereka tidak akan kecewa, sebab itu pun akan baik bagi mereka. Selama mereka di dalam kebaikan, mereka yakin dan optimis, bahwa upaya, aktivitas atau amal shalih mereka akan dibalas oleh Allah Ta’ala, lambat ataupun cepat, di dunia ataupun di akhirat. FirmanNya,
وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرا
"Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." (Ath-Thalaq: 3).
أَقُوْلُ قَوْلِي هَذا أَسْتَغْفِرُ اللهَ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ
Khutbah yang kedua
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَلَّى اللَّّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا
Jama’ah Jum’at Rahimakumullah,
Sesungguhnya orang yang memiliki keyakinan yang kuat kepada Allah c dan RasulNya atau benar-benar beriman, maka dalam menghadapi persoalan hidup di dunia ini –bagaimanapun peliknya, sulitnya, menderitanya– tidaklah akan membuatnya pesimis yang berakhir pada keputusasaan. Tidak, sekali-kali tidak.
Orang beriman apabila diuji oleh Allah Ta’ala dengan kelapangan, maka ia akan bersyukur dan hal itu baik baginya. Jika ia diuji dengan kesempitan, maka ia akan bersabar dan hal itu baik pula bagi-nya. Hal inilah yang menakjubkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihiwasallam.
Sebagai keluarga, masyarakat, bangsa dan negara, maka umat Islam harus berada di dalam kondisi tersebut di atas. Mereka akan senantiasa bersabar di dalam menghadapi berbagai keadaan yang tidak menyenangkan. Mereka akan senantiasa optimis menatap masa depan setelah menilai, dan menghisab keadaan yang ada. Mereka mengevaluasi dan menemukan jalan keluar berdasarkan kitabullah dan Sunnah NabiNya.
Maka didapatilah bahwa bangsa ini selayaknya bertaubat ke-pada Allah Ta’ala, kemudian istiqamah di dalam beriman dan bertakwa, dibarengi dengan amal shalih dan bertawakal kepadaNya saja.
Sikap optimis seperti ini menepis sikap pesimistis sebagian kecil manusia Indonesia yang mengatakan bahwa dengan berbagai problematika ini, jangan-jangan Indonesia akan musnah sebagaimana musnahnya bangsa-bangsa besar di masa lampau. Sikap pesimis tersebut akan menjadi kenyataan, jika benar-benar bangsa ini enggan untuk bertaubat kepadaNya, enggan untuk beriman dan bertakwa, enggan untuk beramal shalih, dan enggan untuk bertawakal kepadaNya semata.
Jika bangsa Indonesia di dalam menghadapi kemelut berkepanjangan ini menyerahkan solusinya semata-mata kepada akal dan hawa mereka, maka sudah pasti kemusnahan bangsa Indonesia memang mungkin saja terjadi, wallahu a'lam. Marilah kita memohon pertolongan, karunia, petunjuk, dan inayah dariNya, agar kita semua dilepaskan dari berbagai kesulitan dan dimudahkan untuk menempuh jalan menuju perbaikan sesuai yang dikehendaki oleh Allah Ta’ala dan RasulNya. .
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. وَصَلىَّ اللهُ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ تَسْلِيمًا كَثِيرًا وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ اْلحَمْدُ لِلهِ رَبِّ اْلعَالمَِينَ.
Oleh: Suroso Abd. Salam, M.Pd.
Dikutip dari Buku Kumpulan Khutbah Jum’at Pilihan Setahun Edisi ke-2, Darul Haq Jakarta).
Khutbah Jum’at : Akan datang suatu zaman atas manusia
KHUTBAH PERTAMA:
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ ...
فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.
Maasyiral muslimin, Jamaah Jum'at yang Dirahmati Allah
Marilah kita meningkatkan taqwa kepada Allah SWT dengan menjalankan segala perintahNYA sesuai dengan kemampuan kita, dan meninggalkan segala yang dilarangNYA, dan hendaklah kita takut kepada hari akhir yang pasti datang. Pada hari itu, orang tua tidak bisa membantu anaknya. Begitu juga sebaliknya, anak tidak bisa membantu orang tuanya. Masing-masing akan mempertanggungjawabkan amalnya di hadapan Allah subhanahu wata’ala.
Maasyiral muslimin, Jamaah Jum'at yang Dirahmati Allah
Hendaklah kita menyadari, bahwa kehidupan di dunia ini hanyalah sementara. Kita hanya menumpang lewat. Dunia adalah waktu dan tempat beramal. Janganlah terepesona oleh kehidupan dunia, sehingga membuat kita lalai dari hakikatnya serta melalaikan kewajiban kepada Allah subahanahu wata’ala yang menciptakan kita. Betapa banyak peringatan dari Allah subhanahu wata’ala dan RasulNya tentang hinanya kehidupan dunia.
Allah SWT berfirman :
"Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi, dan memperhatikan bagaimana akibat (yang diderita) oleh orang-orang sebelum mereka? Orang-orang itu lebih kuat dari mereka, dan telah mengolah bumi serta memakmurkannya lebih dari apa yang telah mereka makmurkan. Dan telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa bukti yang nyata. Maka Allah sekali-kali tidak berlaku zalim kepada mereka. Akan tetapi, merekalah yang berlaku zalim kepada diri mereka sendiri." (QS. Al-Rum 30:9)
Untuk menjelaskan Al-Quran yang saya bacakan di atas, sebagian ulama tafsir Al-Quran menyebutkan sabda Rasulullah saw berikut :
"Akan datang suatu zaman atas manusia. Perut-perut mereka menjadi Tuhan-tuhan mereka. Perempuan-perempuan mereka menjadi kiblat mereka. Dinar-dinar mereka menjadi agama mereka. Kehormatan mereka tergeletak pada kekayaan mereka. Waktu itu, tidak tersisa iman sedikit pun kecuali namanya saja. Tidak tersisa Islam sedikit pun kecuali ritual-ritualnya saja. Tidak tersisa Al-Quran sedikit pun kecuali pelajarannya saja. Masjid-masjid mereka makmur dan damai, akan tetapi hati mereka kosong dari petunjuk. Ulama-ulama mereka menjadi makhluk Allah yang paling buruk di permukaan bumi. Kalau terjadi zaman seperti itu, Allah akan menyiksa mereka dan menimpakan kepada mereka berbagai bencana : Kekejaman para penguasa, kekeringan masa, dan kekejaman para pejabat serta pengambil keputusan."
Maka takjublah para sahabat mendengar pembicaraan Nabi. Mereka bertanya, "Wahai Rasul Allah, apakah mereka ini menyembah berhala ?"
Nabi menjawab, "Ya ! Bagi mereka, setiap serpihan dan kepingan uang menjadi berhala."
Dalam hadis di atas, Nabi meramalkan akan datang suatu zaman ketika manusia menjadikan uang sebagai berhala mereka. Setiap keping uang, setiap keping dirham, dolar dan rupiah ... menjadi berhala. Rasulullah menggambarkan dengan indah : Pada zaman itu, manusia mempertuhankan perutnya.
Kalau yang disebut Tuhan adalah sesuatu yang diikuti dan ditaati tanpa memikirkan alasan-alasan apa pun, maka orang akan menaati keinginan dan perut mereka dengan melakukan apa saja. Mereka mau menghabiskan malam seluruhnya hanya untuk mengisi perutnya. Dulu di zaman Rasulullah, orang-orang yang taat ibadah kepada Allah menghabiskan malamnya dengan menunaikan shalat malam (tahajjud). Nanti, akan datang suatu zaman ketika manusia begadang sepanjang malam, untuk kepentingan perutnya. Perempuan-perempuan mereka menjadi kiblat mereka. Seks menjadi kejaran mereka.
Mereka bertindak dan bekerja, dengan pikiran yang sepenuhnya terpusat ke arah itu. Tumpukan uang menjadi agama mereka. Kemuliaan seseorang pada zaman itu, diukur berdasarkan kekayaannya. Manusia memberikan penghormatan kepada orang yang memiliki banyak kekayaan. Maka di saat seperti itu, manusia berlomba-lomba menumpuk kekayaan untuk menunjukkan kemuliaan dan kehormatan mereka di tengah-tengah masyarakat.
Pada waktu itu, kata Rasulullah, iman hanya tinggal namanya saja. Islam hanya tinggal upacara ritualnya saja. Al-Quran hanya tinggal pelajarannya saja. Orang-orang mungkin ramai belajar Al-Quran, tetapi tidak mencoba hidup dengan ajaran Al-Quran. Mereka mungkin membaguskan suara Al-Quran, tetapi tidak membaguskan akhlak mereka dengan ajaran Al-Quran. Nabi saw juga mengatakan bahwa masjid-masjid pada masa itu ramai. Akan tetapi, hati penghuninya kosong dari petunjuk Allah. Ulama-ulama yang membimbing mereka, hanya dihormati karena pakaiannya saja.
Jamaah Jum'at yang Dirahmati Allah
Dalam riwayat yang lain, Nabi mengatakan bahwa :
"Orang tidak mengenal ulama kecuali karena pakaiannya yang khas, dan bukan karena ilmu serta akhlaknya. Orang tidak mengenal Al-Quran kecuali dengan suaranya yang baik. Mereka tidak beribadah kepada Allah kecuali di bulan Ramadhan saja. Bila ulama-ulamanya sudah seperti itu, dan bila umat Muslim hanya bersungguh-sungguh melakukan ibadah di bulan Ramadhan saja, maka mereka akan diberi penguasa yang tidak memiliki ilmu. Tidak ingin memaafkan rakyatnya. Dan tidak mempunyai kasih sayang kepada rakyatnya pula."
Takjub mendengarkan ucapan Rasulullah yang melukiskan keadaan zaman itu, para sahabat pun bertanya : "Wahai Rasul Allah, apakah mereka menyembah berhala ?" Nabi menjawab : "Benar. Hanya saja berhalanya bukanlah berhala yang dipahat dalam bentuk makhluk-makhluk tertentu. Berhalanya adalah uang. Mereka menyembah, mengabdi, dan mencurahkan seluruh hidupnya untuk uangnya."
Lalu Rasulullah saw bersabda :
"Nanti pada akhir zaman, ada sekelompok orang dari umatku yang datang ke masjid. Mereka duduk dalam barisan yang rapat. Mereka berzikir. Namun zikir mereka adalah dunia, dan kecintaan mereka terpaut pada dunia. Janganlah kamu duduk bersama mereka, karena Allah tidak berkepentingan dengan mereka."
Kalau dalam ayat-ayat Al-Quran dan hadis-hadis di atas, Nabi menceritakan pada kita tentang suatu zaman ketika manusia mencintai dunia dengan amat berlebihan, dan ketika mereka menjadikan dinar dan dirham sebagai berhala-berhala mereka ... maka beliau juga mengingatkan kita bahwa begitu cintanya manusia nanti di akhir zaman pada dunia, sampai-sampai mereka menjalankan ibadah sekali pun, demi kepentingan dunia mereka.
Maasyiral muslimin, Jamaah Jum'at yang Dirahmati Allah
Di dalam Ihya Ulumuddin, ketika menjelaskan ibadah haji, Imam al-Ghazali meriwayatkan sebuah hadis tentang situasi ibadah haji di akhir zaman. Rasulullah saw bersabda :
"Nanti di akhir zaman, ada empat macam orang menjalankan ibadah haji dari empat macam golongan masyarakat. Mereka adalah penguasa, pedagang, orang miskin dan para ulama. Penguasa akan menjalankan ibadah haji sebagai sejenis pesiar atau wisata. Pedagang akan menunaikan haji untuk kepentingan bisnis mereka. Orang miskin menunaikan haji untuk mengemis. Para ulama menunaikan haji hanya untuk memperoleh popularitas."
Jadi keempat golongan di atas, menunaikan ibadah haji hanya demi kepentingan dunia mereka semata. Mereka memang berzikir. Hanya saja, sebagaimana disabdakan Rasulullah, zikir mereka adalah dunia. Memang ada kecintaan di hati mereka. Akan tetapi, dalam hati mereka, kecintaan pada dunia jauh lebih besar dari kecintaan pada Allah. Mudah-mudahan Allah swt mencabut kecintaan kita pada dunia, dan memusatkan hati kita untuk lebih mencintai-Nya.
Saya akan menyebutkan salah satu obat untuk mengurangi kecintaan pada dunia. Meninggalkan dunia tidak berarti bahwa kita harus meninggalkan pekerjaan, tidak mencari nafkah, dan tidak bekerja keras. Mencari harta yang halal, diperintahkan oleh Allah swt. Malahan menurut Rasulullah, orang yang payah dalam mencari nafkah, bekerja keras dan kurang tidur demi mencari nafkah yang halal, beroleh pahala yang bisa menghapus dosa-dosanya. Rasulullah juga menyatakan bahwa ada dosa-dosa yang tidak bisa dihapus dengan apapun, kecuali dengan kesusahan dan kepayahan mencari nafkah.
Obat untuk menghilangkan kecintaan pada dunia adalah bahwa kita bekerja keras untuk mencari nafkah dan harta. Akan tetapi, kita juga tidak ragu-ragu untuk membagikannya kepada orang lain. Sebagian dari rezeki Allah itu kita bagikan, dan distribusikan untuk membahagiakan sesama manusia.
Jama'ah Jum'at yang berbahagia,
Ujilah kecintaan kita pada dunia manakala Allah memanggil kita untuk mengorbankan harta kita demi kepentingan agama Allah, demi kepentingan umat Muslimin, dan demi menolong orang-orang yang mendapat musibah dan kesusahan. Kalau kita masih saja menahan harta kita ketika Allah memintanya, maka hal itu membuktikan bahwa kita lebih mencintai dunia ketimbang Allah SWT
KHUTBAH KEDUA:
اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ، وَلَا عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى الظَّالِمِيْنَ. لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ إِلهُ الْأَوَّلِيْنَ وَالْآخِرِيْنَ، وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الصَّادِقُ الْوَعْدُ الْأَمِيْنُ. عِبَادَ اللهِ ، أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ.
Jamaah Jum'at yang Dirahmati Allah
Untuk kesekian kalinya Khatib mengingatkan kepada diri sendiri dan jamaaah, agar kita semua jangan lupa untuk bershalawat atas Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabat beliau serta orang-orang yang mengikuti beliau sampai Hari Kiamat nanti. Allah telah mengingatkan ini di dalam al-Qur`an. FirmanNya,
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً
"Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikatNya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya." (Al-Ahzab: 56).
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
. للَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ. رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ، إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا، إِنَّهَا سَاءَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْإِيْمَانِ، وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوْبِنَا غِلًّا لِلَّذِيْنَ آمَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ مَا سَأَلَكَ مِنْهُ نَبِيُّكَ مُحَمَّدٌ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَنَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا اسْتَعَاذَ مِنْهُ نَبِيُّكَ مُحَمَّدٌ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَنْتَ الْمُسْتَعَانُ، وَعَلَيْكَ الْبَلَاغُ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ.
وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَأَقِمِ الصَّلاَةَ.
- Dikutip dari Buku Kang Jalal “Meraih cinta Illahi” yang berjudul : Berhala Uang” karya KH. Jalaluddin Rakhmat dengan sedikit tambahan
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ ...
فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.
Maasyiral muslimin, Jamaah Jum'at yang Dirahmati Allah
Marilah kita meningkatkan taqwa kepada Allah SWT dengan menjalankan segala perintahNYA sesuai dengan kemampuan kita, dan meninggalkan segala yang dilarangNYA, dan hendaklah kita takut kepada hari akhir yang pasti datang. Pada hari itu, orang tua tidak bisa membantu anaknya. Begitu juga sebaliknya, anak tidak bisa membantu orang tuanya. Masing-masing akan mempertanggungjawabkan amalnya di hadapan Allah subhanahu wata’ala.
Maasyiral muslimin, Jamaah Jum'at yang Dirahmati Allah
Hendaklah kita menyadari, bahwa kehidupan di dunia ini hanyalah sementara. Kita hanya menumpang lewat. Dunia adalah waktu dan tempat beramal. Janganlah terepesona oleh kehidupan dunia, sehingga membuat kita lalai dari hakikatnya serta melalaikan kewajiban kepada Allah subahanahu wata’ala yang menciptakan kita. Betapa banyak peringatan dari Allah subhanahu wata’ala dan RasulNya tentang hinanya kehidupan dunia.
Allah SWT berfirman :
"Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi, dan memperhatikan bagaimana akibat (yang diderita) oleh orang-orang sebelum mereka? Orang-orang itu lebih kuat dari mereka, dan telah mengolah bumi serta memakmurkannya lebih dari apa yang telah mereka makmurkan. Dan telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa bukti yang nyata. Maka Allah sekali-kali tidak berlaku zalim kepada mereka. Akan tetapi, merekalah yang berlaku zalim kepada diri mereka sendiri." (QS. Al-Rum 30:9)
Untuk menjelaskan Al-Quran yang saya bacakan di atas, sebagian ulama tafsir Al-Quran menyebutkan sabda Rasulullah saw berikut :
"Akan datang suatu zaman atas manusia. Perut-perut mereka menjadi Tuhan-tuhan mereka. Perempuan-perempuan mereka menjadi kiblat mereka. Dinar-dinar mereka menjadi agama mereka. Kehormatan mereka tergeletak pada kekayaan mereka. Waktu itu, tidak tersisa iman sedikit pun kecuali namanya saja. Tidak tersisa Islam sedikit pun kecuali ritual-ritualnya saja. Tidak tersisa Al-Quran sedikit pun kecuali pelajarannya saja. Masjid-masjid mereka makmur dan damai, akan tetapi hati mereka kosong dari petunjuk. Ulama-ulama mereka menjadi makhluk Allah yang paling buruk di permukaan bumi. Kalau terjadi zaman seperti itu, Allah akan menyiksa mereka dan menimpakan kepada mereka berbagai bencana : Kekejaman para penguasa, kekeringan masa, dan kekejaman para pejabat serta pengambil keputusan."
Maka takjublah para sahabat mendengar pembicaraan Nabi. Mereka bertanya, "Wahai Rasul Allah, apakah mereka ini menyembah berhala ?"
Nabi menjawab, "Ya ! Bagi mereka, setiap serpihan dan kepingan uang menjadi berhala."
Dalam hadis di atas, Nabi meramalkan akan datang suatu zaman ketika manusia menjadikan uang sebagai berhala mereka. Setiap keping uang, setiap keping dirham, dolar dan rupiah ... menjadi berhala. Rasulullah menggambarkan dengan indah : Pada zaman itu, manusia mempertuhankan perutnya.
Kalau yang disebut Tuhan adalah sesuatu yang diikuti dan ditaati tanpa memikirkan alasan-alasan apa pun, maka orang akan menaati keinginan dan perut mereka dengan melakukan apa saja. Mereka mau menghabiskan malam seluruhnya hanya untuk mengisi perutnya. Dulu di zaman Rasulullah, orang-orang yang taat ibadah kepada Allah menghabiskan malamnya dengan menunaikan shalat malam (tahajjud). Nanti, akan datang suatu zaman ketika manusia begadang sepanjang malam, untuk kepentingan perutnya. Perempuan-perempuan mereka menjadi kiblat mereka. Seks menjadi kejaran mereka.
Mereka bertindak dan bekerja, dengan pikiran yang sepenuhnya terpusat ke arah itu. Tumpukan uang menjadi agama mereka. Kemuliaan seseorang pada zaman itu, diukur berdasarkan kekayaannya. Manusia memberikan penghormatan kepada orang yang memiliki banyak kekayaan. Maka di saat seperti itu, manusia berlomba-lomba menumpuk kekayaan untuk menunjukkan kemuliaan dan kehormatan mereka di tengah-tengah masyarakat.
Pada waktu itu, kata Rasulullah, iman hanya tinggal namanya saja. Islam hanya tinggal upacara ritualnya saja. Al-Quran hanya tinggal pelajarannya saja. Orang-orang mungkin ramai belajar Al-Quran, tetapi tidak mencoba hidup dengan ajaran Al-Quran. Mereka mungkin membaguskan suara Al-Quran, tetapi tidak membaguskan akhlak mereka dengan ajaran Al-Quran. Nabi saw juga mengatakan bahwa masjid-masjid pada masa itu ramai. Akan tetapi, hati penghuninya kosong dari petunjuk Allah. Ulama-ulama yang membimbing mereka, hanya dihormati karena pakaiannya saja.
Jamaah Jum'at yang Dirahmati Allah
Dalam riwayat yang lain, Nabi mengatakan bahwa :
"Orang tidak mengenal ulama kecuali karena pakaiannya yang khas, dan bukan karena ilmu serta akhlaknya. Orang tidak mengenal Al-Quran kecuali dengan suaranya yang baik. Mereka tidak beribadah kepada Allah kecuali di bulan Ramadhan saja. Bila ulama-ulamanya sudah seperti itu, dan bila umat Muslim hanya bersungguh-sungguh melakukan ibadah di bulan Ramadhan saja, maka mereka akan diberi penguasa yang tidak memiliki ilmu. Tidak ingin memaafkan rakyatnya. Dan tidak mempunyai kasih sayang kepada rakyatnya pula."
Takjub mendengarkan ucapan Rasulullah yang melukiskan keadaan zaman itu, para sahabat pun bertanya : "Wahai Rasul Allah, apakah mereka menyembah berhala ?" Nabi menjawab : "Benar. Hanya saja berhalanya bukanlah berhala yang dipahat dalam bentuk makhluk-makhluk tertentu. Berhalanya adalah uang. Mereka menyembah, mengabdi, dan mencurahkan seluruh hidupnya untuk uangnya."
Lalu Rasulullah saw bersabda :
"Nanti pada akhir zaman, ada sekelompok orang dari umatku yang datang ke masjid. Mereka duduk dalam barisan yang rapat. Mereka berzikir. Namun zikir mereka adalah dunia, dan kecintaan mereka terpaut pada dunia. Janganlah kamu duduk bersama mereka, karena Allah tidak berkepentingan dengan mereka."
Kalau dalam ayat-ayat Al-Quran dan hadis-hadis di atas, Nabi menceritakan pada kita tentang suatu zaman ketika manusia mencintai dunia dengan amat berlebihan, dan ketika mereka menjadikan dinar dan dirham sebagai berhala-berhala mereka ... maka beliau juga mengingatkan kita bahwa begitu cintanya manusia nanti di akhir zaman pada dunia, sampai-sampai mereka menjalankan ibadah sekali pun, demi kepentingan dunia mereka.
Maasyiral muslimin, Jamaah Jum'at yang Dirahmati Allah
Di dalam Ihya Ulumuddin, ketika menjelaskan ibadah haji, Imam al-Ghazali meriwayatkan sebuah hadis tentang situasi ibadah haji di akhir zaman. Rasulullah saw bersabda :
"Nanti di akhir zaman, ada empat macam orang menjalankan ibadah haji dari empat macam golongan masyarakat. Mereka adalah penguasa, pedagang, orang miskin dan para ulama. Penguasa akan menjalankan ibadah haji sebagai sejenis pesiar atau wisata. Pedagang akan menunaikan haji untuk kepentingan bisnis mereka. Orang miskin menunaikan haji untuk mengemis. Para ulama menunaikan haji hanya untuk memperoleh popularitas."
Jadi keempat golongan di atas, menunaikan ibadah haji hanya demi kepentingan dunia mereka semata. Mereka memang berzikir. Hanya saja, sebagaimana disabdakan Rasulullah, zikir mereka adalah dunia. Memang ada kecintaan di hati mereka. Akan tetapi, dalam hati mereka, kecintaan pada dunia jauh lebih besar dari kecintaan pada Allah. Mudah-mudahan Allah swt mencabut kecintaan kita pada dunia, dan memusatkan hati kita untuk lebih mencintai-Nya.
Saya akan menyebutkan salah satu obat untuk mengurangi kecintaan pada dunia. Meninggalkan dunia tidak berarti bahwa kita harus meninggalkan pekerjaan, tidak mencari nafkah, dan tidak bekerja keras. Mencari harta yang halal, diperintahkan oleh Allah swt. Malahan menurut Rasulullah, orang yang payah dalam mencari nafkah, bekerja keras dan kurang tidur demi mencari nafkah yang halal, beroleh pahala yang bisa menghapus dosa-dosanya. Rasulullah juga menyatakan bahwa ada dosa-dosa yang tidak bisa dihapus dengan apapun, kecuali dengan kesusahan dan kepayahan mencari nafkah.
Obat untuk menghilangkan kecintaan pada dunia adalah bahwa kita bekerja keras untuk mencari nafkah dan harta. Akan tetapi, kita juga tidak ragu-ragu untuk membagikannya kepada orang lain. Sebagian dari rezeki Allah itu kita bagikan, dan distribusikan untuk membahagiakan sesama manusia.
Jama'ah Jum'at yang berbahagia,
Ujilah kecintaan kita pada dunia manakala Allah memanggil kita untuk mengorbankan harta kita demi kepentingan agama Allah, demi kepentingan umat Muslimin, dan demi menolong orang-orang yang mendapat musibah dan kesusahan. Kalau kita masih saja menahan harta kita ketika Allah memintanya, maka hal itu membuktikan bahwa kita lebih mencintai dunia ketimbang Allah SWT
KHUTBAH KEDUA:
اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ، وَلَا عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى الظَّالِمِيْنَ. لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ إِلهُ الْأَوَّلِيْنَ وَالْآخِرِيْنَ، وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الصَّادِقُ الْوَعْدُ الْأَمِيْنُ. عِبَادَ اللهِ ، أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ.
Jamaah Jum'at yang Dirahmati Allah
Untuk kesekian kalinya Khatib mengingatkan kepada diri sendiri dan jamaaah, agar kita semua jangan lupa untuk bershalawat atas Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabat beliau serta orang-orang yang mengikuti beliau sampai Hari Kiamat nanti. Allah telah mengingatkan ini di dalam al-Qur`an. FirmanNya,
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً
"Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikatNya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya." (Al-Ahzab: 56).
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
. للَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ. رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ، إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا، إِنَّهَا سَاءَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْإِيْمَانِ، وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوْبِنَا غِلًّا لِلَّذِيْنَ آمَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ مَا سَأَلَكَ مِنْهُ نَبِيُّكَ مُحَمَّدٌ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَنَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا اسْتَعَاذَ مِنْهُ نَبِيُّكَ مُحَمَّدٌ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَنْتَ الْمُسْتَعَانُ، وَعَلَيْكَ الْبَلَاغُ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ.
وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَأَقِمِ الصَّلاَةَ.
- Dikutip dari Buku Kang Jalal “Meraih cinta Illahi” yang berjudul : Berhala Uang” karya KH. Jalaluddin Rakhmat dengan sedikit tambahan
Waktu itulah Rasulullah SAW menangis
PADA suatu hari Rasulullah SAW datang ke masjid Bani Zhafar bersama Abdullah bin Mas'ud, Mu'adz bin Jabal, dan sahabat lain. Dia perintahkan Ibnu Mas'ud membaca Alquran.
"Apakah aku harus membacakan padamu Alquran, padahal Alquran itu diturunkan kepadamu?" tanya Ibnu Mas'ud.
"Benar, tetapi aku ingin mendengarkan dari orang lain," sabda Nabi.
Ibnu Mas'ud mulai bacaannya dari surat an-Nisa. Ketika sampai kepada ayat 41: "Maka bagaimana sekiranya Kami datangkan seorang saksi dari setiap umat dan Kami datangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu."
Ibnu Mas'ud mengangkat kepala dan melihat Rasulullah terisak-isak menangis, sehingga berguncang janggutnya. Air matanya membasahi pipi.
Terdengar Nabi bergumam, "Benar, Tuhanku. Aku bersaksi untuk mereka yang berada di tengah-tengahku sekarang. Bagaimana aku harus bersaksi dengan mereka yang tidak aku saksikan?"
Riwayat di atas saya kutip dari buku Indaidzin 'Bakaa al-Nabi SAW (Pada Saat Itulah Nabi Menangis) tulisan Abu Abd al-Rahman Khalid.
Nabi menangis ketika mendengarkan bacaan Alquran. Nabi melanjutkan tradisi para Nabi sebelumnya dan mencontohkan kebiasaan orang saleh sepanjang sejarah manusia. Tradisi orang-orang yang Allah anugerahkan kepada mereka kebahagiaan. Orang-orang yang Allah anugerahkan kepada mereka kenikmatan, yakni para Nabi dari keturunan Adam, dan dari antara orang-orang yang Kami bawa bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan di antara orang-orang yang Kami tunjuki dan Kami pilih. (Tanda mereka itu) ialah apabila dibacakan ayat-ayat Yang Mahakasih mereka merebahkan diri, bersujud, sambil menangis. (Maryam: 58).
Ibnu Katsir menerangkan tafsir ayat di atas, "Yakni, apabila mereka mendengarkan firman Tuhan yang mengandung "Hujah-hujah"-Nya, dalil-dalil-Nya, dan bukti-bukti-Nya, mereka bersujud kepada Tuhan dengan penuh kerendahan hati seraya memuji-Nya dan mensyukuri anugerah Tuhan yang agung pada mereka."
Kata bukiy dalam ayat ini artinya bentuk jamak dari baaki yang artinya orang menangis. Karena itu, para ulama ijmak tentang disyariatkannya bersujud ketika sampai pada ayat ini, mengambil contoh dan mengikuti tradisi orang-orang saleh itu. (Tafsir Ibn Katsir 3:131).
Pada suatu kesempatan Nabi SAW membacakan ayat-ayat yang memuji rahib Nasrani. Pujian Alquran untuk para rahib itu begitu indah sehingga sahabat bingung dan mempertanyakan kenapa Islam tidak menyuruh umatnya jadi rahib saja.
Nabi SAW membacakan ayat-ayat itu bukan untuk merahibkan kita, tetapi untuk meniru perilaku mereka. Apa perilaku mereka?
"Sungguh akan kamu temukan orang-orang yang paling keras memusuhi orang-orang beriman adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sungguh akan kamu temukan orang yang paling mencintai orang-orang beriman adalah orang-orang yang berkata: Kami Nashara. Karena di antara mereka ada para pendeta dan rahib. Mereka itu tidak sombong. Apabila mendengar apa yang diturunkan kepada Rasul, kamu lihat mereka mencurahkan air matanya karena mereka mengenal kebenaran di dalamnya. Mereka berkata: Tuhan kami, kami beriman. Tuliskan kami bersama orang-orang yang menyaksikan kebenaran." (Al-Maidah: 82-83).
Di antara perilaku rahib yang harus kita tiru adalah kamu lihat mereka mencurahkan air mata ketika mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (dalam hal ini Alquran). Nabi SAW menangis ketika Alquran dibacakan kepadanya, padahal kepadanya Alquran diturunkan. Para rahib menangis ketika mendengar Alquran, padahal itu bukan kitab yang diturunkan kepada Nabi mereka.
Lebih 1.000 tahun setelah Alquran turun, Jeffry Lang, profesor matematika di AS mencari agama dengan sikap kritis. Dia bertemu dengan Alquran dan takjub dengan jawaban Alquran atas pertanyaannya. Di hadapan Tuhan, ketika dia salat pertama kali, waktu membaca Al-Fatihah, dia menangis terisak-isak. Muallaf baru ini ternyata lebih dekat dengan contoh para Nabi ketimbang kita.
Apa yang harus kita lakukan supaya bisa membaca Alquran seperti Lang? Muhammad Iqbal, filsuf Islam dari anak benua India, menjawab dengan kisah hidupnya. Pada waktu kecil, dia suka membaca Alquran bakda subuh. Ayahnya selalu menganggap dia belum membaca Alquran.
Ketika dia bertanya, ayahnya berkata, "Bacalah Alquran seakan-akan dia diturunkan untuk kamu!" Supaya Anda bisa menangis, masukkan ke hatimu bahwa Tuhan sedang menyapa kamu, berdialog dengan kamu, dan menjawab semua pertanyaan kamu. Wallahualam bissawab
* Oleh: Jalaluddin Rakhmat, Staf pengajar Unpad
Diperbarui sekitar 3 bulan yang lalu · Komentar · Suka
"Apakah aku harus membacakan padamu Alquran, padahal Alquran itu diturunkan kepadamu?" tanya Ibnu Mas'ud.
"Benar, tetapi aku ingin mendengarkan dari orang lain," sabda Nabi.
Ibnu Mas'ud mulai bacaannya dari surat an-Nisa. Ketika sampai kepada ayat 41: "Maka bagaimana sekiranya Kami datangkan seorang saksi dari setiap umat dan Kami datangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu."
Ibnu Mas'ud mengangkat kepala dan melihat Rasulullah terisak-isak menangis, sehingga berguncang janggutnya. Air matanya membasahi pipi.
Terdengar Nabi bergumam, "Benar, Tuhanku. Aku bersaksi untuk mereka yang berada di tengah-tengahku sekarang. Bagaimana aku harus bersaksi dengan mereka yang tidak aku saksikan?"
Riwayat di atas saya kutip dari buku Indaidzin 'Bakaa al-Nabi SAW (Pada Saat Itulah Nabi Menangis) tulisan Abu Abd al-Rahman Khalid.
Nabi menangis ketika mendengarkan bacaan Alquran. Nabi melanjutkan tradisi para Nabi sebelumnya dan mencontohkan kebiasaan orang saleh sepanjang sejarah manusia. Tradisi orang-orang yang Allah anugerahkan kepada mereka kebahagiaan. Orang-orang yang Allah anugerahkan kepada mereka kenikmatan, yakni para Nabi dari keturunan Adam, dan dari antara orang-orang yang Kami bawa bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan di antara orang-orang yang Kami tunjuki dan Kami pilih. (Tanda mereka itu) ialah apabila dibacakan ayat-ayat Yang Mahakasih mereka merebahkan diri, bersujud, sambil menangis. (Maryam: 58).
Ibnu Katsir menerangkan tafsir ayat di atas, "Yakni, apabila mereka mendengarkan firman Tuhan yang mengandung "Hujah-hujah"-Nya, dalil-dalil-Nya, dan bukti-bukti-Nya, mereka bersujud kepada Tuhan dengan penuh kerendahan hati seraya memuji-Nya dan mensyukuri anugerah Tuhan yang agung pada mereka."
Kata bukiy dalam ayat ini artinya bentuk jamak dari baaki yang artinya orang menangis. Karena itu, para ulama ijmak tentang disyariatkannya bersujud ketika sampai pada ayat ini, mengambil contoh dan mengikuti tradisi orang-orang saleh itu. (Tafsir Ibn Katsir 3:131).
Pada suatu kesempatan Nabi SAW membacakan ayat-ayat yang memuji rahib Nasrani. Pujian Alquran untuk para rahib itu begitu indah sehingga sahabat bingung dan mempertanyakan kenapa Islam tidak menyuruh umatnya jadi rahib saja.
Nabi SAW membacakan ayat-ayat itu bukan untuk merahibkan kita, tetapi untuk meniru perilaku mereka. Apa perilaku mereka?
"Sungguh akan kamu temukan orang-orang yang paling keras memusuhi orang-orang beriman adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sungguh akan kamu temukan orang yang paling mencintai orang-orang beriman adalah orang-orang yang berkata: Kami Nashara. Karena di antara mereka ada para pendeta dan rahib. Mereka itu tidak sombong. Apabila mendengar apa yang diturunkan kepada Rasul, kamu lihat mereka mencurahkan air matanya karena mereka mengenal kebenaran di dalamnya. Mereka berkata: Tuhan kami, kami beriman. Tuliskan kami bersama orang-orang yang menyaksikan kebenaran." (Al-Maidah: 82-83).
Di antara perilaku rahib yang harus kita tiru adalah kamu lihat mereka mencurahkan air mata ketika mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (dalam hal ini Alquran). Nabi SAW menangis ketika Alquran dibacakan kepadanya, padahal kepadanya Alquran diturunkan. Para rahib menangis ketika mendengar Alquran, padahal itu bukan kitab yang diturunkan kepada Nabi mereka.
Lebih 1.000 tahun setelah Alquran turun, Jeffry Lang, profesor matematika di AS mencari agama dengan sikap kritis. Dia bertemu dengan Alquran dan takjub dengan jawaban Alquran atas pertanyaannya. Di hadapan Tuhan, ketika dia salat pertama kali, waktu membaca Al-Fatihah, dia menangis terisak-isak. Muallaf baru ini ternyata lebih dekat dengan contoh para Nabi ketimbang kita.
Apa yang harus kita lakukan supaya bisa membaca Alquran seperti Lang? Muhammad Iqbal, filsuf Islam dari anak benua India, menjawab dengan kisah hidupnya. Pada waktu kecil, dia suka membaca Alquran bakda subuh. Ayahnya selalu menganggap dia belum membaca Alquran.
Ketika dia bertanya, ayahnya berkata, "Bacalah Alquran seakan-akan dia diturunkan untuk kamu!" Supaya Anda bisa menangis, masukkan ke hatimu bahwa Tuhan sedang menyapa kamu, berdialog dengan kamu, dan menjawab semua pertanyaan kamu. Wallahualam bissawab
* Oleh: Jalaluddin Rakhmat, Staf pengajar Unpad
Diperbarui sekitar 3 bulan yang lalu · Komentar · Suka
Khutbah Jum’at : Tajassum al-‘amal (Perwujudan Amal) kita
KHUTBAH PERTAMA
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ ...
فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.
Kaum Muslimin Rahimakumullah.
Rasanya tidak habis-habisnya kita harus bersyukur kepada Allah, karena limpahan anugerah rahmat dan karunianya hingga pada hari yang mulia ini kita semua tetap bertahan di atas agama Islam dan ajaran Rasulullah Shallallahu a’alaihi wasallam.
Maasyiral Muslimin Rahimakumullah
Di antara wujud syukur yang harus kita tampakkan adalah menjaga ketakwaan dan meningkatkannya kepada kesempurnaan iman. Hal ini dengan mengamalkan seluruh perintah Allah dan menjauhi semua laranganNya. Namun mungkinkah kita mengenal perintah dan larangan Allah tanpa ilmu?
Oleh karena itu, dalam mimbar yang mulia ini, saya menyeru pribadi saya dan hadirin sekalian untuk bertakwa dan belajar banyak tentang perintah dan larangan Allah, agar dapat mewujudkan ketakwaan dan keimanan yang lebih sempurna.
Maasyiral Muslimin, jama`ah shalat jum`at, yang sama-sama mengharap ridha Allah
Pada suatu hari Muadz bin Jabal duduk di dekat Nabi saw di rumah Abu Ayyub Al-Anshari. Muadz bertanya: “Ya Rasul Allah, apa yang dimaksud dengan ayat: Pada hari ditiupkan sangkakala dan kalian datang dalam bergolong-golongan?” (QS. Al-Naba; 18) Beliau menjawab: “Hai Muadz, kamu telah bertanya tentang sesuatu yang sangat berat.” Beliau memandang jauh seraya berkata: “Umatku akan dibangkitkan menjadi sepuluh golongan. Tuhan memilahkan mereka dari kaum muslimin dan mengubah bentuk mereka. Sebagian mereka berbentuk monyet, sebagian lagi berbentuk babi, sebagian lagi berjalan terbalik dengan kaki di atas dan muka di bawah lalu diseret-seret, sebagian lagi buta merayap-merayap, sebagian lagi tuli-bisu tidak berpikir, sebagian lagi menjulurkan lidahnya yang mengeluarkan cairan yang menjijikkan semua orang, sebagian lagi mempunyai kaki dan tangan yang terpotong, sebagian lagi disalibkan pada tonggak-tonggak api, sebagian lagi punya bau yang lebih menyengat dari bangkai, sebagian lagi memakai jubah ketat yang mengoyak-koyakkan kulitnya.
“Adapun orang yang berbentuk monyet adalah para penyebar fitnah yang memecah belah masyarakat. Yang berbentuk babi adalah pemakan harta haram (seperti korupsi). Yang kepalanya terbailk adalah pemakan riba. Yang buta adalah penguasa yang zalim. Yang tuli dan bisu adalah orang yang takjub dengan amalnya sendiri. Yang menjulurkan lidahnya dengan sangat menjijikkan adalah para ulama atau hakim yang perbuatannya bertentangan dengan omongannya. Yang dipotong kaki dan tangannya adalah orang yang menyakiti tetangga. Yang disalibkan pada tiang api adalah para pembisik penguasa yang menjelekkan manusia yang lain. Yang baunya lebih menyengat dari bangkai adalah orang yang pekerjaannya hanya mengejar kesenangan jasmaniah dan tidak membayarkan hak Allah dalam hartanya. Yang dicekik oleh pakaiannya sendiri adalah orang yang sombong dan takabur.”
Maasyiral Muslimin, jama`ah shalat jum`at, yang sama-sama mengharap ridha Allah
Hadis di atas yang kita kutip dari Kitab Tafsîr Majma’ Al-Bayân 10; 423 mengisahkan wujud manusia pada hari kiamat nanti. Menurut Syaikh Al-Akbar Ibn Arabi, semua makhluk berasal dari Tuhan dan akan kembali lagi kepada Tuhan. Dari Tuhan datang buah apel, kambing, dan manusia. Ketika kembali lagi kepada Tuhan, apel kembali sebagai apel, kambing sebagai kambing, dan manusia… belum tentu sebagai manusia lagi. Anda datang dari Tuhan sebagai manusia, tetapi boleh jadi kembali kepada-Nya sebagai babi, monyet, harimau, anjing, atau manusia dalam berbagai penampilannya.
Apa yang menentukan bentuk manusia ketika ia kembali kepada Tuhan? Menurut hadis di atas, seperti yang diperkuat oleh banyak ayat Al-Quran, yang menentukan bentuk kita sekarang dan juga nanti adalah amal-amal kita. Siapa kita sebenarnya akan kita ketahui ketika kita menghembuskan nafas terakhir. Tuhan berfirman: Maka kami singkapkan tirai yang menutup matamu dan tiba-tiba matamu hari ini menjadi sangat tajam. (QS. Qaf; 22)
Pada pandangan orang-orang salih, bentuk sejati kita itu mungkin sekarang pun sudah tampak. Imam Ja’far memperlihatkan kepada Abul Bashir betapa banyaknya binatang berputar sekitar Ka’bah. Manusia sedikit sekali dan tampak sebagai kilatan cahaya.
Saya mendengar kisah seorang yang sempat melakukan khalwat empat puluh hari. Ia mengasingkan diri pada suatu tempat. Ia melakukan puasa syariat, tarikat, dan hakikat. Ia bukan saja mengurangi makan; tetapi bahkan tidak berbiacara dengan manusia sedikit pun. Ia juga tidak pernah keluar dari kamar ibadatnya, sehingga matanya juga tidak melihat apa pun yang diharamkan Tuhan. Hatinya disibukkan hanya dengan mengenang Asma Allah, sehingga seluruh daya khayalnya dipusatkan ke alam malakut. Ketika khalwatnya selesai, ia keluar rumah. Ia balik lagi dengan ketakutan. Banyak binatang berseliweran di jalan di depan rumahnya. Ia akhirnya bermohon kepada Allah agar matanya dikembalikan pada posisi mata manusia biasa.
Kata Al-Ghazali, kita punya dua macam mata; mata lahir (bashar) dan mata batin (bashirah). Dengan mata lahir, ketika melihat bentuk lahir kita, yang sebetulnya terlihat hanyalah penampakan dari bentuk kita sebenarnya, penampilan dari bentuk batiniah kita. Ia bukan jati diri kita. Ia hanyalah bayang-bayang dari diri kita. Dengan mata batin, kita dapat melihat jati diri kita. Dengan bashirah, kita melihat diri kita yang sebenarnya. Dengan menggunakan istilah Al-Ghazali, bashar hanya melihat khalq (fisik), sedangkan bashirah melihat khuluq (wujud ruhani). Dari kata khuluq dibentuk kata plural akhlaq. Inilah yang kemudian masuk ke dalam kamus bahasa Indonesia sebagai akhlak. Sekarang setelah akhlak ditambahkan kata karimah (mulia), padahal tidak semua akhlak itu mulia.
Maasyiral Muslimin, jama`ah shalat jum`at, yang sama-sama mengharap ridha Allah
Jadi akhlak adalah wujud ruhaniah kita. Dengan wujud itulah kita kembali kepada Tuhan. Dengan wujud itu juga kita akan dibangkitkan. Yang menentukan akhlak tentu saja adalah amal-amal kita. Dengan amal salih, kita memperindah wujud ruhaniah kita. Dengan amal-amal buruk kita memperjelek wujud ruhaniah kita. Bila Al-Ghazali menyebut wujud ruhaniah kita itu sebagai akhlaq, Al-Quran menyebut wujud ruhaniah kita itu sebagai hati. Wujud ruhaniah yang buruk disebut sebagai hati yang sakit atau bahkan hati yang mati. Simaklah ayat-ayat berikut ini: “Kemudian keraslah hati mereka sesudah itu, seperti bebatuan bahkan lebih keras lagi dari itu.” (QS. Al-Baqarah; 74); “Adapun orang yang dalam hatinya ada penyakit, lalu kotoran ditambahkan di atas kotoran mereka lagi dan mereka mati dalam keadaan kafir.” (QS. Al-Nisa; 155); “Tidakkah kamu perhatikan orang yang mengambil hawa nafsunya sebagai Tuhan dan Allah menyesatkannya dengan pengetahuan dan menutup pendengarannya dan hatinya dan menjadikan penutup pada pandangannya. Siapa lagi yang memberikan petunjuk setelah Allah. Tidakkah kamu mengambil peringatan.” (QS. Al-Jatsiyyah; 23).
Simak jugalah hadis-hadis berikut ini: Ada empat hal yang mematikan hati -berbuat dosa setelah berbuat dosa, banyak berkencan dengan lawan jenis, berdebat dengan orang bodoh, kamu berkata dan ia berkata tetapi tidak kembali pada kebaikan, dan bergaul dengan mayat. Ditanyakan kepada beliau: “Ya Rasul Allah, apakah itu bergaul dengan mayat.” Ia bersabda: “Bergaul dengan orang kaya yang hidup mewah.” (Bihâr Al-Anwâr 73:137); Tidak akan tegak iman sebelum tegak hati. Dan tidak tegak hati sebelum tegak lidahnya. (Bihâr Al-Anwâr 71:78); Tidak ada yang lebih merusakkan hati selain kemaksiatan. Jika hati terus-menerus melakukan kesalahan, kesalahan itu akan menguasai hatinya dan terbaliklah hati itu, yang atas menjadi yang bawah. (Dirâsat Al-Akhlâq).
Secara singkat, wujud batiniah kita, akhlak kita, hati kita dibentuk oleh amal-amal yang kita lakukan. Manusia memliki potensi yang luar biasa untuk menjadi apa saja, sejak binatang yang paling rendah sampai kepada malaikat yang didekatkan kepada Allah. Tidak henti-hentinya jati diri kita ini berubah sesuai dengan perubahan amal-amal kita. Sambil mengutip kaum eksistensialis, kita terlempar ke dunia ini tanpa kita rencanakan. Tiba-tiba kita sudah berada di sini. Heidegger menyebutnya Dasein (sambil dipecah menjadi Da Sein, ada di sana). Setelah berada di sana, kita diberikan kebebasan untuk menentukan wujud kita (dengan pecahan baru, Das Sein). Dalam literatur tasawuf, mewujudkan jati diri kita dengan amal itu disebut sebagai tajassum ‘amal. Marilah kita bentuk diri kita dengan amal-amal salih.
Saya teringat doa seorang anggota jemaah Umrah saya di depan Ka’bah dengan air mata yang berlinang: Tuhan, kembalikan aku kepada-Mu sebagaimana Engkau dahulu menurunkan aku ke dunia. Jika dahulu aku turun sebagai manusia, kembalikanlah aku sebagai manusia lagi!.
Wujud kita ditentukan oleh amal-amal kita. Jika kita selalu mengecoh, menipu, atau memperdayakan orang wujud kita akan menjadi monyet. Jika kejaran kita hanyalan kenikmatan lahiriah -makan, minum, dan seks, maka wujud kita yang hakiki adalah babi. Jika kita bekerja sebagai pemimpin -perusahaan, negara, organisasi, atau apa saja; lalu kita terbiasa merampas hak bawahan kita, menindas mereka, dan memperkaya diri di atas keringat dan darah mereka, wujud kita yang sebenarnya adalah anjing atau binatang buas lainnya.
Boleh jadi kita tampak sebagai manusia secara lahiriah. Muka kita mungkin ganteng atau cantik, penampilan kita indah, tetapi tubuh kita hanyalah bungkus yang menutup diri kita yang sebenarnya. Kita dapat melihat wajah lahiriah kita dalam cermin. Kita hanya dapat melihat wujud kita yang hakiki pada hari-hari terakhir ketika nyawa kita sudah tersangkut di tenggorokan. Tuhan berfirman, “Maka kami singkapkan dari kamu tirai kamu, dan pandanganmu tiba-tiba menjadi sangat tajam.” (QS. Qaf; 22) Ketika tubuh sudah ditanggalkan, persis seperti ketika pakaian kita lepaskan, wujud kita yang asli muncul. Dan wujud itu dibentuk oleh amal-amal yang kita lakukan.
Para ulama menyebut perwujudan diri kita sebagai buah amal itu sebagai tajassum al-‘amal dalam maknanya yang pertama. Makna kedua dari tajassum al-‘amal dijelaskan dalam hadis-hadis Nabi berikut ini:
Qais bin Ashim meminta nasihat Rasulullah saw. Beliau bersabda, “Hai Qais, pastilah kamu punya kawan yang dikuburkan bersama kamu tapi dia hidup dan kamu dikuburkan bersamanya dan kau dalam keadaan mati. Jika ia mulia, ia akan memuliakan kamu. Jika ia keji, ia akan menyerahkan kamu. Ia tidak akan dihimpunkan kecuali bersamamu, tidak akan dibangkitkan kecuali bersamamu, dan kamu tidak akan ditanya kecuali tentang dia itu. Jadikanlah dia itu baik, sebab jika dia baik kamu akan merindukannya. Jika dia rusak, kamu akan ketakutan kepadanya. Ketahuilah dia itu perbuatanmu.” (Bihâr Al-Anwâr 71:64).
Maasyiral Muslimin, jama`ah shalat jum`at, yang sama-sama mengharap ridha Allah
Dalam kita (Mazhahiri, Jihâd Al-Nafs; 116), dikisahkan, pada suatu hari, ketika Nabi saw duduk di samping Aisyah, seorang Yahudi lewat. Ia mengejek Nabi dengan memplesetkan ucapan salam: “Sâm ‘alaikum; artinya, matilah kamu.” Nabi menjawab: “Wa ‘Alaikum. Juga bagimu.” Lewat lagi Yahudi yang kedua mengucapkan hal yang sama. Nabi juga memberikan jawaban yang sama. Kejadian ini berulang sampai tiga kali. Aisyah tidak tahan. Ia menghardik Yahudi itu: “Hai anak-anak monyet dan babi!” Aisyah tidak salah bila merujuk pada Al-Maidah ayat 60: Dia jadikan sebagian mereka monyet dan babi.
Air muka Nabi berubah: “Hai Aisyah, mengapa kau maki mereka?” Aisyah menjawab: “Mereka bersekongkol, ya Rasul Allah. Giliran seorang demi seorang lewat hanya untuk mengucapkan: Matilah kamu.” Rasulullah saw bersabda: “Bukankah aku sudah jawab mereka dengan ucapan: Juga bagimu. Tidakkah kamu ketahui bahwa ucapan kita dan amal kita itu akan berwujud menjadi makhluk? Makian yang kita ucapkan akan menjadi makhluk yang mengerikan dan dibangkitkan bersama manusia pada hari kiamat.”
Dalam hadis yang lain, amal itu bukan saja muncul pada hari akhirat tetapi juga ketika manusia masuk ke alam kubur: Apabila seorang hamba yang mukmin masuk ke dalam kubur, kuburan itu berkata, “Selamat datang. Demi Allah, sungguh aku dulu sangat mencintaimu ketika engkau berjalan di atas punggungku. Apatah lagi ketika engkau memasuki perutku. Sebentar lagi kamu akan menyaksikannya.” Lalu dibukakan kepadanya kuburan itu seluas pandangan mata. Dibukakan baginya pintu untuk melihat surga. Setelah itu keluarlah orang yang belum pernah matanya menyaksikan yang lebih indah dari dia. Ia berkata, “Hai hamba Allah, belum pernah aku melihat yang lebih indah dari kamu.” Orang itu menjawab, “Aku adalah pikiranmu yang indah yang engkau pernah miliki dan amalmu yang salih yang pernah engkau lakukan.” Lalu ruhnya diambil dan diletakkan di surga di tempat ia menyaksikan rumahnya. Kemudian dikatakan kepadanya: “Tidurlah dengan tentram.” Tidak henti-hentinya hembusan surga mengenai tubuhnya yang ia rasakan kenikmatan keharumannya sampai dia dibangkitkan.
Bila seorang kafir masuk ke dalam kubur, kuburan itu berkata, “Tak ada selamat datang bagimu. Demi Allah, dahulu aku membencimu ketika kau berjalan di punggungku. Apatah lagi ketika kamu masuk ke dalam perutku. Sebentar lagi kamu akan menyaksikannya.” Lalu kuburan itu menghimpitnya dan menjadikannya pecah berderai. Kemudian dikembalikan lagi kepada keadaannya semula dan dibukakan baginya pintu ke arah neraka sehingga ia menyaksikan tempatnya di neraka. Kemudian keluarlah dari pintu itu seseorang yang paling jelek yang pernah ia lihat. Ia bertanya, “Hai hamba Allah, siapakah kamu? Aku tidak pernah melihat muka yang lebih buruk dari muka kamu.” Ia menjawab, “Aku adalah amal buruk yang kamu lakukan dan pikiranmu yang buruk.” Kemudian diambil ruhnya dan diletakkan di satu tempat ketika ia melihat tempatnya di neraka dan tidak henti-hentinya dihembuskan dari neraka hembusan yang menjilati tubuhnya, dan ia merasakan kepedihan dan panasnya sampai hari dibangkitkan. Allah memerintahkan 99 ular yang menghembus-hembus ruhnya. Sekiranya satu hembusan saja dihembuskan di atas punggung bumi, tidak ada satu tumbuhan pun yang hidup. (Furu’ Al-Kafi, 3:11).
Tentu saja sebagaimana amal buruk menjadi makhluk buruk dan menakutkan, maka amal-amal baik akan menjadi makhluk yang indah dan membahagiakan. Kita akan menyaksikan amal-amal kita dihadirkan di depan kita. Tuhan berfirman: “Apa saja yang sudah kamu lakukan buat dirimu berupa kebaikan akan kamu dapatkan di sisi Allah. Sesungguhnya Allah melihat apa yang kamu lakukan.” (QS. Al-Baqarah; 110); “Dan mereka dapatkan apa yang mereka lakukan hadir di depan mereka.” (QS. Al-Kahf; 48); “Pada hari setiap orang mendapatkan kebaikan yang dilakukannya dihadirkan di hadapannya dan juga keburukan yang dilakukannya, yang ia inginkan sekiranya antara doa dan keburukan itu ada jarak yang jauh.” (QS. Ali Imran; 30); “Barangsiapa melakukan kebaikan walaupun sebesar zarah dia akan melihatnya. Barangsiapa melakukan keburukan walaupun sebesar zarah dia juga akan melihatnya.” (QS. Al-Zilzalah; 7-8)
Maasyiral Muslimin, jama`ah shalat jum`at, yang sama-sama mengharap ridha Allah
Hadis selanjutnya sangat menyentuh; Nanti pada hari kebangkitan seorang mukmin dibangkitkan. Di hadapan dia dibangkitkan juga seseorang. Setiap kali mukmin itu menyaksikan malapetaka hari akhirat, kawannya berkata, “Jangan cemas jangan berduka. Gembirakanlah dirimu dengan kebahagian dan kemuliaan yang telah Allah siapkan bagimu.” Dengan bimbingan orang itu si mukmin dihadapkan ke pengadilan Tuhan dan diperiksa dengan sangat enteng. Ia juga diantarkan orang itu ke surga. Berkatalah si mukmin kepadanya, “Semoga Allah manyayangimu. Alangkah baiknya engkau dibangkitkan bersamaku. Tidak henti-hentinya engkau menggembirakan dan menbahagiakanku. Siapakah kamu?” Orang baik itu menjawab:, “Akulah kebahagiaan yang pernah kamu masukkan pada hati mukmin saudaramu di dunia. Allah menciptakan kebahagiaan yang kaumasukkan itu menjadi diriku sekarang ini untuk membahagiakanmu.”
Perwujudan amal atau tajassum al-‘amal muncul dalam tiga bentuk. Pertama, amal-amal kita akan membentuk jati diri kita. Amal-amal buruk akan membentuk diri yang buruk. Mendendam, membunuh, menganiaya adalah perbuatan kebinatangan. Perbuatan kita itu akan mengubah jati diri kita dari manusia menjadi binatang. Pada hari akhir, kita akan dibangkitkan dalam bentuk jati diri kita. Betapa banyak di antara kita yang tampil sebagai manusia yang tampan, tetapi secara hakiki kita adalah binatang buas yang haus darah. Boleh jadi tubuh kita menebarkan harum parfum yang segar di alam lahir, tetapi menebarkan bau bangkai di alam batin. Boleh jadi juga badan kita tegap dan utuh menurut penglihatan lahir, tetapi kerangka yang buruk dan tercabik-cabik dalam penglihatan batin. Diri kita secara batiniah adalah perwujudan amal yang pertama.
Kedua, amal-amal kita akan diciptakan Tuhan dalam wujud makhluk yang menyertai kita; sejak alam kubur sampai dibangkitkan pada hari kiamat nanti. Amal salih akan menjadi makhluk yang indah dan harum. Kehadirannya saja sudah membuat kita bahagia. Amal buruk kita akan menjadi monster yang menakutkan dan berbau busuk. Kehadirannya saja sudah membuat kita ketakutan. Kita semua akan disambut di pintu kubur nanti dengan dua macam makhluk ini. Mereka akan berebutan mendampingi kita. Bila makhluk yang buruk yang lebih banyak, merekalah yang menyertai kita dan mengusir makhluk-makhluk indah dari dekat kita. Sebaliknya, bila makhluk yang baik yang lebih kuat, merekalah yang akan membela kita dalam mengusir makhluk-makhluk buruk dari sekitar kita. Tuhan berfirman, “Sesungguhnya kebaikan akan mengusir keburukan.” (QS. Hud; 114) Amal baik menjadi makhluk indah yang memberikan kebahagiaan kepada kita; amal buruk menjadi makhluk menakutkan yang membuat kita menderita.
Ketiga, amal-amal yang kita lakukan akan berwujud dalam bentuk dampak atau akibat. Amal baik akan muncul dalam akibat-akibat yang baik, dan sebaliknya. Pertama-tama, dampak amal itu akan mengenai kita yang melakukannya. Amal adalah benih yang kita tanam. Apa yang kita tuai sangat bergantung dengan apa yang kita tanam. Anda akan menuai permusuhan jika yang anda tanam kebencian. Anda akan memanen cinta, jika yang anda semai kasih saying. Alam semesta ini bergerak dalam satu kesatuan wujud. Kita adalah bagian yang tak terpisahkan dari makhluk Allah lainnya. Bersama-sama dengan makhluk-makhluk lainnya kita adalah anggota-anggota dari satu badan alam semesta. Maka jika kita melukai salah satu di antara mereka, kita melukai diri kita sendiri. Karena itu, Al-Quran menyebut perbuatan dosa sebagai menganiaya diri kita sendiri. “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menganiaya diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan tidak mengasihi kami tentulah kami termasuk orang-orang yang merugi” (QS. Al-A’raf; 23)
Lemparkan sampah dan polusi ke sekitar kita; dan alam akan membalas kita dengan penyakit dan bencana. Berikan penghormatan dan perhatian pada lingkungan; dan “mereka” akan membalas kita dengan udara segar dan buah-buahan. Lepaskan kemarahan anda, dan makhluk-makhluk di sekitar kita setiap saat akan menyerang kita. Gunakan kekuatan untuk menindas orang-orang di bawah kita. Pada suatu saat, mereka akan bangkit untuk menghancurkan kita. Orang bijak sepanjang sejarah memberikan pesan yang sama: Kekerasan akan melahirkan kekerasan lagi. Dendam akan melahirkan dendam lagi. Karena lingkaran keburukan hanya bisa diputuskan dengan kebajikan. Seperti kisah keris Mpu Gandring, pengkhianatan yang satu akan disusul dengan pengkhianatan lainnya.
Berulang-kali Al-Quran menegaskan perwujudan amal dalam bentuk akibat amal. “Telah muncul kerusakan di daratan dan di lautan karena perbuatan tangan-tangan manusia, agar Tuhan membuat mereka merasakan sebagian dari apa yang mereka lakukan, supaya mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Al-Rum; 41) “Maka mereka ditimpa oleh akibat kejahatan perbuatan mereka dan mereka diliputi oleh azab yang mereka perolok-olokan itu.” (QS. Al-Nahl; 34).
Lebih dari itu, Al-Quran juga menjelaskan bahwa akibat amal itu bukan hanya akan menimpa pelakunya tetapi juga orang-orang yang tidak bersalah. Mereka mungkin saja anak-anak kita, masyarakat kita, bangsa dan negara kita: “Dan Allah membuat perumpamaan sebuah negeri yang dahulunya aman tentram dan rezekinya datang berlimpah dari segala penjuru. Lalu penduduk negeri itu kafir kepada anugrah Allah. Maka Allah membuat mereka merasakan pakaian kelaparan dan kehausan karena apa-apa yang sudah mereka lakukan.” (QS. Al-Nahl ; 112); “Dan jika Kami bermaksud untuk menghancurkan suatu negeri, kami perintahkan orang-orang yang hidup mewahnya (supaya bertakwa). Kemudian mereka berbuat dosa di dalamnya. Maka sudah pastilah firman Kami dan Kami hancurkan mereka sehancur-hancurnya (QS. Al-Isra; 16).
Orang yang berbuat jahat dalam suatu negeri itu mungkin hanya sebagian kecil saja. Tetapi kehancuran diderita oleh seluruh bangsa. Penderitaan kita sekarang adalah perwujudan dari amal buruk sebagian dari bangsa kita. Beberapa orang di antara kita mengambil kekayaan negara, dan jutaan orang harus membayar utang. Segelintir kecil merusak hutan, tetapi semua makhluk menderita. Ada ibu yang minum obat penenang thalidomide, lalu anak-anaknya menderita cacat tubuh yang mengenaskan.
Al-Quran menuturkan kisah dua orang Nabi yang membangun dinding yang sudah roboh. Adapun dinding itu adalah milik dua orang anak yatim di kota itu. Dan di bawahnya ada perbendaharaan milik keduanya. Dan kedua orangtuanya adalah orang tua yang salih. . Maka Tuhan kamu bermaksud untuk mengantarkan keduanya sampai dewasa dan mengeluarkan perbendaharaan itu bagi keduanya sebagai kasih saying Tuhanmu. (QS. Al-Kahf; 82). Menurut hadis, “Sesungguhnya Allah memelihara anak mukmin sampai seribu tahun. Kedua anak yatim itu mempunyai jarak waktu dengan kedua orangtuanya itu tujuh ratus tahun.” (Bihâr Al-Anwâr 71:236).
Di dalam riwayat lain dikisahkan tentang kemarau panjang pada zaman Bani Israil. Seorang perempuan bermaksud untuk memasukkan sesuap makanan ke mulutnya, ketika ia melihat seseorang berteriak: “Saya lapar, wahai hamba Allah.” Perempuan itu segera menyerahkan roti yang akan dimakannya kepadanya. Ia mengeluarkan roti itu dari mulutnya. Pada tempat lain, anak perempuan itu sedang mencari kayu bakar di padang pasir. Seekor serigala menerkamnya dan membawanya pergi. Ibunya berusaha mengikuti jejaknya. Allah swt mengutus Jibril untuk mengeluarkan anak itu dari mulut serigala dalam keadaan selamat. Jibril berkata kepadanya: “Wahai hamba Allah. Bahagiakah kamu ketika satu suapan yang engkau berikan dibalas dengan satu suapan lagi. Luqmah billuqmah.” (Bihâr Al-Anwâr 73:96).
Jadi, jagalah anak-anakmu dengan amal salihmu. Jangan celakan mereka dengan perbuatan burukmu. Sampai di sini, mungkin ada yang merenung apakah yang kita perbincangkan hari ini bertentangan dengan prinsip keadilan ilahi. Seseorang berbuat salah, tetapi orang lain menanggung akibatnya. Bukankah Tuhan berkata, “Tidaklah seseorang akan menanggung dosa yang lain.” Jawaban kita singkat saja. Yang tidak akan ditanggung adalah dosa. Dampak atau akibat akan mengenai bukan hanya yang berbuat dosa. Tuhan berfirman, “Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaannya.” (QS. Al-Anfal; 25). Seperti seorang bapak yang membakar rumahnya. Di rumah itu ada anaknya yang sedang tidur pulas, Anak itu mati terbakar. Bapak yang membakar tentu saja masih hidup. Anak itu dikenai dampak dosa bapaknya, tetapi ia tidak menanggung dosa apa pun. Ia bahkan mendapat pahala mati syahid, karena menjadi korban kekejaman bapaknya. Si bapak menanggung doa berlipat ganda sesuai dengan jumlah korban yang menderita karena dampak dosanya.
Penderitaan mereka semua adalah perwujudan amal dari si bapak itu. Itulah tajassum ‘amal dalam makna yang ketiga.
KHUTBAH KEDUA
Maasyiral Muslimin, jama`ah shalat jum`at, yang sama-sama mengharap ridha Allah
Dalam Khutbah kedua ini sekali lagi Khatib mengingatkan pada diri sendiri, bahwa Sesungguhnya Allah dan para malaikatNya bershalawat kepada Nabi Muhammad a, dan Dia perintahkan kepada kita agar bershalawat dan memohonkan salam untuknya, seraya berfirman,
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً
"Sesungguhnya Allah dan para malaikatNya bershalawat untuk nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian kepadanya dan sampaikanlah salam atasnya." (Al-Ahzab: 56).
Maka sering-seringlah memohonkan shalawat dan salam kepada Allah untuk Nabi kita, Nabi Muhammad, keluarga, dan para sahabatnya, serta segenap umatnya yang setia kepada ajaran dan sunnahnya.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. وَصَلىَّ اللهُ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ تَسْلِيمًا كَثِيرًا وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ اْلحَمْدُ لِلهِ رَبِّ اْلعَالمَِينَ.
Dikutip tanpa izin dari : tulisan KH. Jalaluddin Rakhmat dalam Al-Tanwir No. 180 - Edisi: 28 Januari 2001/ 3 Dzulkaidah 1421 H
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ ...
فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.
Kaum Muslimin Rahimakumullah.
Rasanya tidak habis-habisnya kita harus bersyukur kepada Allah, karena limpahan anugerah rahmat dan karunianya hingga pada hari yang mulia ini kita semua tetap bertahan di atas agama Islam dan ajaran Rasulullah Shallallahu a’alaihi wasallam.
Maasyiral Muslimin Rahimakumullah
Di antara wujud syukur yang harus kita tampakkan adalah menjaga ketakwaan dan meningkatkannya kepada kesempurnaan iman. Hal ini dengan mengamalkan seluruh perintah Allah dan menjauhi semua laranganNya. Namun mungkinkah kita mengenal perintah dan larangan Allah tanpa ilmu?
Oleh karena itu, dalam mimbar yang mulia ini, saya menyeru pribadi saya dan hadirin sekalian untuk bertakwa dan belajar banyak tentang perintah dan larangan Allah, agar dapat mewujudkan ketakwaan dan keimanan yang lebih sempurna.
Maasyiral Muslimin, jama`ah shalat jum`at, yang sama-sama mengharap ridha Allah
Pada suatu hari Muadz bin Jabal duduk di dekat Nabi saw di rumah Abu Ayyub Al-Anshari. Muadz bertanya: “Ya Rasul Allah, apa yang dimaksud dengan ayat: Pada hari ditiupkan sangkakala dan kalian datang dalam bergolong-golongan?” (QS. Al-Naba; 18) Beliau menjawab: “Hai Muadz, kamu telah bertanya tentang sesuatu yang sangat berat.” Beliau memandang jauh seraya berkata: “Umatku akan dibangkitkan menjadi sepuluh golongan. Tuhan memilahkan mereka dari kaum muslimin dan mengubah bentuk mereka. Sebagian mereka berbentuk monyet, sebagian lagi berbentuk babi, sebagian lagi berjalan terbalik dengan kaki di atas dan muka di bawah lalu diseret-seret, sebagian lagi buta merayap-merayap, sebagian lagi tuli-bisu tidak berpikir, sebagian lagi menjulurkan lidahnya yang mengeluarkan cairan yang menjijikkan semua orang, sebagian lagi mempunyai kaki dan tangan yang terpotong, sebagian lagi disalibkan pada tonggak-tonggak api, sebagian lagi punya bau yang lebih menyengat dari bangkai, sebagian lagi memakai jubah ketat yang mengoyak-koyakkan kulitnya.
“Adapun orang yang berbentuk monyet adalah para penyebar fitnah yang memecah belah masyarakat. Yang berbentuk babi adalah pemakan harta haram (seperti korupsi). Yang kepalanya terbailk adalah pemakan riba. Yang buta adalah penguasa yang zalim. Yang tuli dan bisu adalah orang yang takjub dengan amalnya sendiri. Yang menjulurkan lidahnya dengan sangat menjijikkan adalah para ulama atau hakim yang perbuatannya bertentangan dengan omongannya. Yang dipotong kaki dan tangannya adalah orang yang menyakiti tetangga. Yang disalibkan pada tiang api adalah para pembisik penguasa yang menjelekkan manusia yang lain. Yang baunya lebih menyengat dari bangkai adalah orang yang pekerjaannya hanya mengejar kesenangan jasmaniah dan tidak membayarkan hak Allah dalam hartanya. Yang dicekik oleh pakaiannya sendiri adalah orang yang sombong dan takabur.”
Maasyiral Muslimin, jama`ah shalat jum`at, yang sama-sama mengharap ridha Allah
Hadis di atas yang kita kutip dari Kitab Tafsîr Majma’ Al-Bayân 10; 423 mengisahkan wujud manusia pada hari kiamat nanti. Menurut Syaikh Al-Akbar Ibn Arabi, semua makhluk berasal dari Tuhan dan akan kembali lagi kepada Tuhan. Dari Tuhan datang buah apel, kambing, dan manusia. Ketika kembali lagi kepada Tuhan, apel kembali sebagai apel, kambing sebagai kambing, dan manusia… belum tentu sebagai manusia lagi. Anda datang dari Tuhan sebagai manusia, tetapi boleh jadi kembali kepada-Nya sebagai babi, monyet, harimau, anjing, atau manusia dalam berbagai penampilannya.
Apa yang menentukan bentuk manusia ketika ia kembali kepada Tuhan? Menurut hadis di atas, seperti yang diperkuat oleh banyak ayat Al-Quran, yang menentukan bentuk kita sekarang dan juga nanti adalah amal-amal kita. Siapa kita sebenarnya akan kita ketahui ketika kita menghembuskan nafas terakhir. Tuhan berfirman: Maka kami singkapkan tirai yang menutup matamu dan tiba-tiba matamu hari ini menjadi sangat tajam. (QS. Qaf; 22)
Pada pandangan orang-orang salih, bentuk sejati kita itu mungkin sekarang pun sudah tampak. Imam Ja’far memperlihatkan kepada Abul Bashir betapa banyaknya binatang berputar sekitar Ka’bah. Manusia sedikit sekali dan tampak sebagai kilatan cahaya.
Saya mendengar kisah seorang yang sempat melakukan khalwat empat puluh hari. Ia mengasingkan diri pada suatu tempat. Ia melakukan puasa syariat, tarikat, dan hakikat. Ia bukan saja mengurangi makan; tetapi bahkan tidak berbiacara dengan manusia sedikit pun. Ia juga tidak pernah keluar dari kamar ibadatnya, sehingga matanya juga tidak melihat apa pun yang diharamkan Tuhan. Hatinya disibukkan hanya dengan mengenang Asma Allah, sehingga seluruh daya khayalnya dipusatkan ke alam malakut. Ketika khalwatnya selesai, ia keluar rumah. Ia balik lagi dengan ketakutan. Banyak binatang berseliweran di jalan di depan rumahnya. Ia akhirnya bermohon kepada Allah agar matanya dikembalikan pada posisi mata manusia biasa.
Kata Al-Ghazali, kita punya dua macam mata; mata lahir (bashar) dan mata batin (bashirah). Dengan mata lahir, ketika melihat bentuk lahir kita, yang sebetulnya terlihat hanyalah penampakan dari bentuk kita sebenarnya, penampilan dari bentuk batiniah kita. Ia bukan jati diri kita. Ia hanyalah bayang-bayang dari diri kita. Dengan mata batin, kita dapat melihat jati diri kita. Dengan bashirah, kita melihat diri kita yang sebenarnya. Dengan menggunakan istilah Al-Ghazali, bashar hanya melihat khalq (fisik), sedangkan bashirah melihat khuluq (wujud ruhani). Dari kata khuluq dibentuk kata plural akhlaq. Inilah yang kemudian masuk ke dalam kamus bahasa Indonesia sebagai akhlak. Sekarang setelah akhlak ditambahkan kata karimah (mulia), padahal tidak semua akhlak itu mulia.
Maasyiral Muslimin, jama`ah shalat jum`at, yang sama-sama mengharap ridha Allah
Jadi akhlak adalah wujud ruhaniah kita. Dengan wujud itulah kita kembali kepada Tuhan. Dengan wujud itu juga kita akan dibangkitkan. Yang menentukan akhlak tentu saja adalah amal-amal kita. Dengan amal salih, kita memperindah wujud ruhaniah kita. Dengan amal-amal buruk kita memperjelek wujud ruhaniah kita. Bila Al-Ghazali menyebut wujud ruhaniah kita itu sebagai akhlaq, Al-Quran menyebut wujud ruhaniah kita itu sebagai hati. Wujud ruhaniah yang buruk disebut sebagai hati yang sakit atau bahkan hati yang mati. Simaklah ayat-ayat berikut ini: “Kemudian keraslah hati mereka sesudah itu, seperti bebatuan bahkan lebih keras lagi dari itu.” (QS. Al-Baqarah; 74); “Adapun orang yang dalam hatinya ada penyakit, lalu kotoran ditambahkan di atas kotoran mereka lagi dan mereka mati dalam keadaan kafir.” (QS. Al-Nisa; 155); “Tidakkah kamu perhatikan orang yang mengambil hawa nafsunya sebagai Tuhan dan Allah menyesatkannya dengan pengetahuan dan menutup pendengarannya dan hatinya dan menjadikan penutup pada pandangannya. Siapa lagi yang memberikan petunjuk setelah Allah. Tidakkah kamu mengambil peringatan.” (QS. Al-Jatsiyyah; 23).
Simak jugalah hadis-hadis berikut ini: Ada empat hal yang mematikan hati -berbuat dosa setelah berbuat dosa, banyak berkencan dengan lawan jenis, berdebat dengan orang bodoh, kamu berkata dan ia berkata tetapi tidak kembali pada kebaikan, dan bergaul dengan mayat. Ditanyakan kepada beliau: “Ya Rasul Allah, apakah itu bergaul dengan mayat.” Ia bersabda: “Bergaul dengan orang kaya yang hidup mewah.” (Bihâr Al-Anwâr 73:137); Tidak akan tegak iman sebelum tegak hati. Dan tidak tegak hati sebelum tegak lidahnya. (Bihâr Al-Anwâr 71:78); Tidak ada yang lebih merusakkan hati selain kemaksiatan. Jika hati terus-menerus melakukan kesalahan, kesalahan itu akan menguasai hatinya dan terbaliklah hati itu, yang atas menjadi yang bawah. (Dirâsat Al-Akhlâq).
Secara singkat, wujud batiniah kita, akhlak kita, hati kita dibentuk oleh amal-amal yang kita lakukan. Manusia memliki potensi yang luar biasa untuk menjadi apa saja, sejak binatang yang paling rendah sampai kepada malaikat yang didekatkan kepada Allah. Tidak henti-hentinya jati diri kita ini berubah sesuai dengan perubahan amal-amal kita. Sambil mengutip kaum eksistensialis, kita terlempar ke dunia ini tanpa kita rencanakan. Tiba-tiba kita sudah berada di sini. Heidegger menyebutnya Dasein (sambil dipecah menjadi Da Sein, ada di sana). Setelah berada di sana, kita diberikan kebebasan untuk menentukan wujud kita (dengan pecahan baru, Das Sein). Dalam literatur tasawuf, mewujudkan jati diri kita dengan amal itu disebut sebagai tajassum ‘amal. Marilah kita bentuk diri kita dengan amal-amal salih.
Saya teringat doa seorang anggota jemaah Umrah saya di depan Ka’bah dengan air mata yang berlinang: Tuhan, kembalikan aku kepada-Mu sebagaimana Engkau dahulu menurunkan aku ke dunia. Jika dahulu aku turun sebagai manusia, kembalikanlah aku sebagai manusia lagi!.
Wujud kita ditentukan oleh amal-amal kita. Jika kita selalu mengecoh, menipu, atau memperdayakan orang wujud kita akan menjadi monyet. Jika kejaran kita hanyalan kenikmatan lahiriah -makan, minum, dan seks, maka wujud kita yang hakiki adalah babi. Jika kita bekerja sebagai pemimpin -perusahaan, negara, organisasi, atau apa saja; lalu kita terbiasa merampas hak bawahan kita, menindas mereka, dan memperkaya diri di atas keringat dan darah mereka, wujud kita yang sebenarnya adalah anjing atau binatang buas lainnya.
Boleh jadi kita tampak sebagai manusia secara lahiriah. Muka kita mungkin ganteng atau cantik, penampilan kita indah, tetapi tubuh kita hanyalah bungkus yang menutup diri kita yang sebenarnya. Kita dapat melihat wajah lahiriah kita dalam cermin. Kita hanya dapat melihat wujud kita yang hakiki pada hari-hari terakhir ketika nyawa kita sudah tersangkut di tenggorokan. Tuhan berfirman, “Maka kami singkapkan dari kamu tirai kamu, dan pandanganmu tiba-tiba menjadi sangat tajam.” (QS. Qaf; 22) Ketika tubuh sudah ditanggalkan, persis seperti ketika pakaian kita lepaskan, wujud kita yang asli muncul. Dan wujud itu dibentuk oleh amal-amal yang kita lakukan.
Para ulama menyebut perwujudan diri kita sebagai buah amal itu sebagai tajassum al-‘amal dalam maknanya yang pertama. Makna kedua dari tajassum al-‘amal dijelaskan dalam hadis-hadis Nabi berikut ini:
Qais bin Ashim meminta nasihat Rasulullah saw. Beliau bersabda, “Hai Qais, pastilah kamu punya kawan yang dikuburkan bersama kamu tapi dia hidup dan kamu dikuburkan bersamanya dan kau dalam keadaan mati. Jika ia mulia, ia akan memuliakan kamu. Jika ia keji, ia akan menyerahkan kamu. Ia tidak akan dihimpunkan kecuali bersamamu, tidak akan dibangkitkan kecuali bersamamu, dan kamu tidak akan ditanya kecuali tentang dia itu. Jadikanlah dia itu baik, sebab jika dia baik kamu akan merindukannya. Jika dia rusak, kamu akan ketakutan kepadanya. Ketahuilah dia itu perbuatanmu.” (Bihâr Al-Anwâr 71:64).
Maasyiral Muslimin, jama`ah shalat jum`at, yang sama-sama mengharap ridha Allah
Dalam kita (Mazhahiri, Jihâd Al-Nafs; 116), dikisahkan, pada suatu hari, ketika Nabi saw duduk di samping Aisyah, seorang Yahudi lewat. Ia mengejek Nabi dengan memplesetkan ucapan salam: “Sâm ‘alaikum; artinya, matilah kamu.” Nabi menjawab: “Wa ‘Alaikum. Juga bagimu.” Lewat lagi Yahudi yang kedua mengucapkan hal yang sama. Nabi juga memberikan jawaban yang sama. Kejadian ini berulang sampai tiga kali. Aisyah tidak tahan. Ia menghardik Yahudi itu: “Hai anak-anak monyet dan babi!” Aisyah tidak salah bila merujuk pada Al-Maidah ayat 60: Dia jadikan sebagian mereka monyet dan babi.
Air muka Nabi berubah: “Hai Aisyah, mengapa kau maki mereka?” Aisyah menjawab: “Mereka bersekongkol, ya Rasul Allah. Giliran seorang demi seorang lewat hanya untuk mengucapkan: Matilah kamu.” Rasulullah saw bersabda: “Bukankah aku sudah jawab mereka dengan ucapan: Juga bagimu. Tidakkah kamu ketahui bahwa ucapan kita dan amal kita itu akan berwujud menjadi makhluk? Makian yang kita ucapkan akan menjadi makhluk yang mengerikan dan dibangkitkan bersama manusia pada hari kiamat.”
Dalam hadis yang lain, amal itu bukan saja muncul pada hari akhirat tetapi juga ketika manusia masuk ke alam kubur: Apabila seorang hamba yang mukmin masuk ke dalam kubur, kuburan itu berkata, “Selamat datang. Demi Allah, sungguh aku dulu sangat mencintaimu ketika engkau berjalan di atas punggungku. Apatah lagi ketika engkau memasuki perutku. Sebentar lagi kamu akan menyaksikannya.” Lalu dibukakan kepadanya kuburan itu seluas pandangan mata. Dibukakan baginya pintu untuk melihat surga. Setelah itu keluarlah orang yang belum pernah matanya menyaksikan yang lebih indah dari dia. Ia berkata, “Hai hamba Allah, belum pernah aku melihat yang lebih indah dari kamu.” Orang itu menjawab, “Aku adalah pikiranmu yang indah yang engkau pernah miliki dan amalmu yang salih yang pernah engkau lakukan.” Lalu ruhnya diambil dan diletakkan di surga di tempat ia menyaksikan rumahnya. Kemudian dikatakan kepadanya: “Tidurlah dengan tentram.” Tidak henti-hentinya hembusan surga mengenai tubuhnya yang ia rasakan kenikmatan keharumannya sampai dia dibangkitkan.
Bila seorang kafir masuk ke dalam kubur, kuburan itu berkata, “Tak ada selamat datang bagimu. Demi Allah, dahulu aku membencimu ketika kau berjalan di punggungku. Apatah lagi ketika kamu masuk ke dalam perutku. Sebentar lagi kamu akan menyaksikannya.” Lalu kuburan itu menghimpitnya dan menjadikannya pecah berderai. Kemudian dikembalikan lagi kepada keadaannya semula dan dibukakan baginya pintu ke arah neraka sehingga ia menyaksikan tempatnya di neraka. Kemudian keluarlah dari pintu itu seseorang yang paling jelek yang pernah ia lihat. Ia bertanya, “Hai hamba Allah, siapakah kamu? Aku tidak pernah melihat muka yang lebih buruk dari muka kamu.” Ia menjawab, “Aku adalah amal buruk yang kamu lakukan dan pikiranmu yang buruk.” Kemudian diambil ruhnya dan diletakkan di satu tempat ketika ia melihat tempatnya di neraka dan tidak henti-hentinya dihembuskan dari neraka hembusan yang menjilati tubuhnya, dan ia merasakan kepedihan dan panasnya sampai hari dibangkitkan. Allah memerintahkan 99 ular yang menghembus-hembus ruhnya. Sekiranya satu hembusan saja dihembuskan di atas punggung bumi, tidak ada satu tumbuhan pun yang hidup. (Furu’ Al-Kafi, 3:11).
Tentu saja sebagaimana amal buruk menjadi makhluk buruk dan menakutkan, maka amal-amal baik akan menjadi makhluk yang indah dan membahagiakan. Kita akan menyaksikan amal-amal kita dihadirkan di depan kita. Tuhan berfirman: “Apa saja yang sudah kamu lakukan buat dirimu berupa kebaikan akan kamu dapatkan di sisi Allah. Sesungguhnya Allah melihat apa yang kamu lakukan.” (QS. Al-Baqarah; 110); “Dan mereka dapatkan apa yang mereka lakukan hadir di depan mereka.” (QS. Al-Kahf; 48); “Pada hari setiap orang mendapatkan kebaikan yang dilakukannya dihadirkan di hadapannya dan juga keburukan yang dilakukannya, yang ia inginkan sekiranya antara doa dan keburukan itu ada jarak yang jauh.” (QS. Ali Imran; 30); “Barangsiapa melakukan kebaikan walaupun sebesar zarah dia akan melihatnya. Barangsiapa melakukan keburukan walaupun sebesar zarah dia juga akan melihatnya.” (QS. Al-Zilzalah; 7-8)
Maasyiral Muslimin, jama`ah shalat jum`at, yang sama-sama mengharap ridha Allah
Hadis selanjutnya sangat menyentuh; Nanti pada hari kebangkitan seorang mukmin dibangkitkan. Di hadapan dia dibangkitkan juga seseorang. Setiap kali mukmin itu menyaksikan malapetaka hari akhirat, kawannya berkata, “Jangan cemas jangan berduka. Gembirakanlah dirimu dengan kebahagian dan kemuliaan yang telah Allah siapkan bagimu.” Dengan bimbingan orang itu si mukmin dihadapkan ke pengadilan Tuhan dan diperiksa dengan sangat enteng. Ia juga diantarkan orang itu ke surga. Berkatalah si mukmin kepadanya, “Semoga Allah manyayangimu. Alangkah baiknya engkau dibangkitkan bersamaku. Tidak henti-hentinya engkau menggembirakan dan menbahagiakanku. Siapakah kamu?” Orang baik itu menjawab:, “Akulah kebahagiaan yang pernah kamu masukkan pada hati mukmin saudaramu di dunia. Allah menciptakan kebahagiaan yang kaumasukkan itu menjadi diriku sekarang ini untuk membahagiakanmu.”
Perwujudan amal atau tajassum al-‘amal muncul dalam tiga bentuk. Pertama, amal-amal kita akan membentuk jati diri kita. Amal-amal buruk akan membentuk diri yang buruk. Mendendam, membunuh, menganiaya adalah perbuatan kebinatangan. Perbuatan kita itu akan mengubah jati diri kita dari manusia menjadi binatang. Pada hari akhir, kita akan dibangkitkan dalam bentuk jati diri kita. Betapa banyak di antara kita yang tampil sebagai manusia yang tampan, tetapi secara hakiki kita adalah binatang buas yang haus darah. Boleh jadi tubuh kita menebarkan harum parfum yang segar di alam lahir, tetapi menebarkan bau bangkai di alam batin. Boleh jadi juga badan kita tegap dan utuh menurut penglihatan lahir, tetapi kerangka yang buruk dan tercabik-cabik dalam penglihatan batin. Diri kita secara batiniah adalah perwujudan amal yang pertama.
Kedua, amal-amal kita akan diciptakan Tuhan dalam wujud makhluk yang menyertai kita; sejak alam kubur sampai dibangkitkan pada hari kiamat nanti. Amal salih akan menjadi makhluk yang indah dan harum. Kehadirannya saja sudah membuat kita bahagia. Amal buruk kita akan menjadi monster yang menakutkan dan berbau busuk. Kehadirannya saja sudah membuat kita ketakutan. Kita semua akan disambut di pintu kubur nanti dengan dua macam makhluk ini. Mereka akan berebutan mendampingi kita. Bila makhluk yang buruk yang lebih banyak, merekalah yang menyertai kita dan mengusir makhluk-makhluk indah dari dekat kita. Sebaliknya, bila makhluk yang baik yang lebih kuat, merekalah yang akan membela kita dalam mengusir makhluk-makhluk buruk dari sekitar kita. Tuhan berfirman, “Sesungguhnya kebaikan akan mengusir keburukan.” (QS. Hud; 114) Amal baik menjadi makhluk indah yang memberikan kebahagiaan kepada kita; amal buruk menjadi makhluk menakutkan yang membuat kita menderita.
Ketiga, amal-amal yang kita lakukan akan berwujud dalam bentuk dampak atau akibat. Amal baik akan muncul dalam akibat-akibat yang baik, dan sebaliknya. Pertama-tama, dampak amal itu akan mengenai kita yang melakukannya. Amal adalah benih yang kita tanam. Apa yang kita tuai sangat bergantung dengan apa yang kita tanam. Anda akan menuai permusuhan jika yang anda tanam kebencian. Anda akan memanen cinta, jika yang anda semai kasih saying. Alam semesta ini bergerak dalam satu kesatuan wujud. Kita adalah bagian yang tak terpisahkan dari makhluk Allah lainnya. Bersama-sama dengan makhluk-makhluk lainnya kita adalah anggota-anggota dari satu badan alam semesta. Maka jika kita melukai salah satu di antara mereka, kita melukai diri kita sendiri. Karena itu, Al-Quran menyebut perbuatan dosa sebagai menganiaya diri kita sendiri. “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menganiaya diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan tidak mengasihi kami tentulah kami termasuk orang-orang yang merugi” (QS. Al-A’raf; 23)
Lemparkan sampah dan polusi ke sekitar kita; dan alam akan membalas kita dengan penyakit dan bencana. Berikan penghormatan dan perhatian pada lingkungan; dan “mereka” akan membalas kita dengan udara segar dan buah-buahan. Lepaskan kemarahan anda, dan makhluk-makhluk di sekitar kita setiap saat akan menyerang kita. Gunakan kekuatan untuk menindas orang-orang di bawah kita. Pada suatu saat, mereka akan bangkit untuk menghancurkan kita. Orang bijak sepanjang sejarah memberikan pesan yang sama: Kekerasan akan melahirkan kekerasan lagi. Dendam akan melahirkan dendam lagi. Karena lingkaran keburukan hanya bisa diputuskan dengan kebajikan. Seperti kisah keris Mpu Gandring, pengkhianatan yang satu akan disusul dengan pengkhianatan lainnya.
Berulang-kali Al-Quran menegaskan perwujudan amal dalam bentuk akibat amal. “Telah muncul kerusakan di daratan dan di lautan karena perbuatan tangan-tangan manusia, agar Tuhan membuat mereka merasakan sebagian dari apa yang mereka lakukan, supaya mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Al-Rum; 41) “Maka mereka ditimpa oleh akibat kejahatan perbuatan mereka dan mereka diliputi oleh azab yang mereka perolok-olokan itu.” (QS. Al-Nahl; 34).
Lebih dari itu, Al-Quran juga menjelaskan bahwa akibat amal itu bukan hanya akan menimpa pelakunya tetapi juga orang-orang yang tidak bersalah. Mereka mungkin saja anak-anak kita, masyarakat kita, bangsa dan negara kita: “Dan Allah membuat perumpamaan sebuah negeri yang dahulunya aman tentram dan rezekinya datang berlimpah dari segala penjuru. Lalu penduduk negeri itu kafir kepada anugrah Allah. Maka Allah membuat mereka merasakan pakaian kelaparan dan kehausan karena apa-apa yang sudah mereka lakukan.” (QS. Al-Nahl ; 112); “Dan jika Kami bermaksud untuk menghancurkan suatu negeri, kami perintahkan orang-orang yang hidup mewahnya (supaya bertakwa). Kemudian mereka berbuat dosa di dalamnya. Maka sudah pastilah firman Kami dan Kami hancurkan mereka sehancur-hancurnya (QS. Al-Isra; 16).
Orang yang berbuat jahat dalam suatu negeri itu mungkin hanya sebagian kecil saja. Tetapi kehancuran diderita oleh seluruh bangsa. Penderitaan kita sekarang adalah perwujudan dari amal buruk sebagian dari bangsa kita. Beberapa orang di antara kita mengambil kekayaan negara, dan jutaan orang harus membayar utang. Segelintir kecil merusak hutan, tetapi semua makhluk menderita. Ada ibu yang minum obat penenang thalidomide, lalu anak-anaknya menderita cacat tubuh yang mengenaskan.
Al-Quran menuturkan kisah dua orang Nabi yang membangun dinding yang sudah roboh. Adapun dinding itu adalah milik dua orang anak yatim di kota itu. Dan di bawahnya ada perbendaharaan milik keduanya. Dan kedua orangtuanya adalah orang tua yang salih. . Maka Tuhan kamu bermaksud untuk mengantarkan keduanya sampai dewasa dan mengeluarkan perbendaharaan itu bagi keduanya sebagai kasih saying Tuhanmu. (QS. Al-Kahf; 82). Menurut hadis, “Sesungguhnya Allah memelihara anak mukmin sampai seribu tahun. Kedua anak yatim itu mempunyai jarak waktu dengan kedua orangtuanya itu tujuh ratus tahun.” (Bihâr Al-Anwâr 71:236).
Di dalam riwayat lain dikisahkan tentang kemarau panjang pada zaman Bani Israil. Seorang perempuan bermaksud untuk memasukkan sesuap makanan ke mulutnya, ketika ia melihat seseorang berteriak: “Saya lapar, wahai hamba Allah.” Perempuan itu segera menyerahkan roti yang akan dimakannya kepadanya. Ia mengeluarkan roti itu dari mulutnya. Pada tempat lain, anak perempuan itu sedang mencari kayu bakar di padang pasir. Seekor serigala menerkamnya dan membawanya pergi. Ibunya berusaha mengikuti jejaknya. Allah swt mengutus Jibril untuk mengeluarkan anak itu dari mulut serigala dalam keadaan selamat. Jibril berkata kepadanya: “Wahai hamba Allah. Bahagiakah kamu ketika satu suapan yang engkau berikan dibalas dengan satu suapan lagi. Luqmah billuqmah.” (Bihâr Al-Anwâr 73:96).
Jadi, jagalah anak-anakmu dengan amal salihmu. Jangan celakan mereka dengan perbuatan burukmu. Sampai di sini, mungkin ada yang merenung apakah yang kita perbincangkan hari ini bertentangan dengan prinsip keadilan ilahi. Seseorang berbuat salah, tetapi orang lain menanggung akibatnya. Bukankah Tuhan berkata, “Tidaklah seseorang akan menanggung dosa yang lain.” Jawaban kita singkat saja. Yang tidak akan ditanggung adalah dosa. Dampak atau akibat akan mengenai bukan hanya yang berbuat dosa. Tuhan berfirman, “Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaannya.” (QS. Al-Anfal; 25). Seperti seorang bapak yang membakar rumahnya. Di rumah itu ada anaknya yang sedang tidur pulas, Anak itu mati terbakar. Bapak yang membakar tentu saja masih hidup. Anak itu dikenai dampak dosa bapaknya, tetapi ia tidak menanggung dosa apa pun. Ia bahkan mendapat pahala mati syahid, karena menjadi korban kekejaman bapaknya. Si bapak menanggung doa berlipat ganda sesuai dengan jumlah korban yang menderita karena dampak dosanya.
Penderitaan mereka semua adalah perwujudan amal dari si bapak itu. Itulah tajassum ‘amal dalam makna yang ketiga.
KHUTBAH KEDUA
Maasyiral Muslimin, jama`ah shalat jum`at, yang sama-sama mengharap ridha Allah
Dalam Khutbah kedua ini sekali lagi Khatib mengingatkan pada diri sendiri, bahwa Sesungguhnya Allah dan para malaikatNya bershalawat kepada Nabi Muhammad a, dan Dia perintahkan kepada kita agar bershalawat dan memohonkan salam untuknya, seraya berfirman,
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً
"Sesungguhnya Allah dan para malaikatNya bershalawat untuk nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian kepadanya dan sampaikanlah salam atasnya." (Al-Ahzab: 56).
Maka sering-seringlah memohonkan shalawat dan salam kepada Allah untuk Nabi kita, Nabi Muhammad, keluarga, dan para sahabatnya, serta segenap umatnya yang setia kepada ajaran dan sunnahnya.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. وَصَلىَّ اللهُ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ تَسْلِيمًا كَثِيرًا وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ اْلحَمْدُ لِلهِ رَبِّ اْلعَالمَِينَ.
Dikutip tanpa izin dari : tulisan KH. Jalaluddin Rakhmat dalam Al-Tanwir No. 180 - Edisi: 28 Januari 2001/ 3 Dzulkaidah 1421 H
Khutbah Jum'at : ZAKAT, MEMPERSEMPIT KESENJANGAN ANTARA SI KAYA DENGAN SI MISKIN
KHUTBAH PERTAMA:
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ ...
فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.
Jamaah Jum'at yang Dirahmati Allah
Sudah terlalu sering kita mendengar seruan untuk memper-sempit jurang pemisah antara si kaya dengan si miskin. Sudah lelah kita menerima selogan-selogan yang diusung oleh berbagai kala-ngan untuk melipat kesenjangan antara mereka yang berharta dan sanak saudara kita yang melarat. Kebijakan demi kebijakan terus bergulir atas nama kemanusiaan, dan undang-undang silih berganti ditetapkan atas nama kebijakan yang memihak rakyat kecil.
Tentu semua itu tidak sia-sia, akan tetapi sesungguhnya ma-salah yang paling besar yang selama ini telah menciptakan kesen-jangan antara orang yang memiliki modal dengan mereka yang hanya bertumpu pada nasib adalah sistem ekonomi riba.
Mari sejenak kita cermati masalah yang satu ini, semoga Allah memberikan pelajaran yang bermanfaat bagi kita semua.
Jamaah Jum'at yang Dirahmati Allah
Riba adalah sistem yang zhalim dan merusak. Riba inilah yang telah menyebabkan negeri-negeri Muslim selalu terkalahkan dalam sistem ekonomi dunia, dan menyebabkan kaum Muslimin selalu menjadi orang nomer dua dalam persaingan. Dan tentu akan sangat tidak memadai untuk menjelaskannya di sini dalam kapasitas khutbah yang memang disunnahkan untuk dipersingkat ini.
Gambaran mudahnya kira-kira sebagai berikut:
Semua kita tentu mengerti bahwa pada zaman dahulu, orang-orang melakukan transaksi jual beli dengan menukarkan barang dengan barang, yang kita kenal dalam istilah ekonomi dengan barter. Belakangan kemudian mulai muncul alat transaksi, berupa jenis-jenis tertentu dari logam dan batu mulia. Dan setelah itulah, kemudian emas dan perak menjadi alat transaksi yang paling dikenal sebagai alat transaksi oleh hampir semua bangsa di dunia, termasuk di zaman Rasulullah a yang saat itu dikenal dengan dinar dan dirham.
Akan tetapi berbelanja dalam jumlah yang besar menjadi ken-dala dari alat transaksi emas dan perak ini, karena membawanya ke sana kemari dalam jumlah besar adalah masalah besar. Di sini-lah awal munculnya ide menggunakan uang kertas; ialah dengan menyimpan uang emas dan diterbitkanlah uang kertas yang pada mulanya hanya berfungsi sebagai semacam kuitansi bergambar rumit, sebagai bukti bahwa si fulan memiliki emas berjumlah sekian. Tapi di belakang hari, uang kertas itu sendiri disahkan sebagai harta yang tidak lagi memiliki hubungan dengan nilai riil, yaitu emas. Lebih parah lagi kemudian bahwa antara satu mata uang dengan mata uang lainnya, tidak lagi berlaku satu banding satu, akan tetapi ditentukan oleh lingkaran setan riba yang zhalim. Kalau kita seder-hanakan, orang-orang yang paling malas sekalipun dapat menjadi orang kaya raya dengan jual beli mata uang secara haram, tanpa harus bekerja keras menciptakan hasil kerja riil atau pun jasa; di mana di pagi hari hanya butuh menghidupkan komputer lalu me-masuki alam maya, cyber global dan berjudi dengan hanya mempertaruhkan sesuatu yang hakikatnya tidak ada.
Yang sangat mengerikan adalah bahwa sistem keuangan ribawi ini telah menjadi kekuasaan bayangan yang sangat kejam, sehingga dapat mempengaruhi sistem politik, mengendalikan ke-bijakan suatu pemerintahan, dan yang paling menyakitkan adalah semakin memiskinkan orang-orang miskin.
Coba mari kita kenang kembali ketika tahun 1997 mata uang rupiah jatuh terhadap dolar Amerika, dalam prosentase yang sangat besar. Sebelum itu orang-orang yang berpenghasilan Rp. 500.000-, sudah termasuk kelas ekonomi cukup mapan saat itu, tapi dalam waktu sekejap menjadi orang-orang yang jauh dari cukup. Lalu bagaimana dengan orang-orang yang secara ekonomi di bawah itu? Harga barang langsung melonjak tak terkendali. Sekian juta masyarakat Indonesia tiba-tiba jatuh miskin, bukan karena mereka terbelakang, bukan karena mereka berhenti bekerja, bukan karena malas; tapi karena dimiskinkan oleh sistem. Para petani tetap ber-tani, pada pedagang terus berdagang, para karyawan negeri atau swasta tidak berhenti bekerja; tapi hasil kerja keras mereka yang seharusnya cukup, menjadi anjlok tak punya nilai dalam sekejap, dan itu berlangsung dalam waktu yang cukup lama, sampai per-ekonomian kembali stabil. Inilah gambaran sederhana dari kezha-liman sistem ribawi.
Kezhaliman sistem riba sesungguhnya telah diisyratkan Allah dalam al-Qur`an. Cobalah perhatikan Surat al-Baqarah dari ayat 275 sampai dengan ayat 281. Setelah Allah merinci tentang riba, Allah SWT kemudian berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ وَذَرُواْ مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ{278} فَإِن لَّمْ تَفْعَلُواْ فَأْذَنُواْ بِحَرْبٍ مِّنَ اللّهِ وَرَسُولِهِ وَإِن تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوسُ أَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلِمُونَ وَلاَ تُظْلَمُونَ{279} وَإِن كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ وَأَن تَصَدَّقُواْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ{280} وَاتَّقُواْ يَوْماً تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللّهِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لاَ يُظْلَمُونَ{281}
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum kalian ambil) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu, dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menzhalimi dan tidak (pula) dizhalimi. Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekah-kan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna ter-hadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya." (Al-Baqarah: 278-281).
Karena itu, adalah naif jika ada di antara pemikir kaum Muslimin yang mengatakan bahwa apabila dalam prosentase kecil, maka riba itu tidak apa-apa dan dapat dianggap sebagai biaya operasi transksi. Atau ada lagi yang mengatakan, bahwa riba yang diharam-kan al-Qur`an adalah yang merugikan salah satu pihak, tapi apa-bila masing-masing pihak mendapat keuntungan, maka itu adalah riba yang boleh-boleh saja. Ini adalah asumsi batil yang rapuh yang sama sekali tidak didasari oleh semangat syariat Islam, yang menye-barkan keadilan untuk setiap individu, dan bertentangan dengan ruh ar-Risalah al-Muhammadiyah untuk menciptakan suatu orde sosial yang saling menguntungkan antara semua komponen.
Masalahnya, riba tidak hanya terbatas antara seorang dengan seorang, atau antara sebuah bank dengan sejumlah nasabah, atau antara sejumlah PT dengan sebuah perbankan, sebagaimana yang dibayangkan oleh mereka yang membenarkan riba tersebut. Yang menjadi masalah adalah bahwa sistem riba ini merugikan penghi-dupan banyak orang, yang sebenarnya sama sekali tidak terlibat dalam mewujudkannya, menzhalimi masyarakat luas, dan mendatangkan perekonomian yang tidak mendatangkan berkah Allah.
Karenanya, setelah isyarat itu tadi, pada ayat 281 Allah Ta’ala mempertegas peringatanNya. FirmanNya,
"Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikit pun tidak dizhalimi (dirugikan)."
Jamaah Jum'at yang Dirahmati Allah
Sebelum kedua ayat di atas, Allah Ta’ala merinci tentang riba dan orang yang mengambil riba. Coba mari kita lebih perhatikan apa kata al-Qur`an sebelum kedua ayat di atas.
Allah Ta’ala berfirman,
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُواْ إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَن جَاءهُ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَىَ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
"Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), 'Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kem-bali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya." (QS. al-Baqarah: 275).
Dalam kitab al-Kaba`ir Imam al-Hafizh adz-Dzahabi mengomentari ayat "Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila', dengan mengatakan, "Maksudnya, mereka (yang memakan riba tersebut) akan bangun dari kubur-kubur me-reka pada Hari Kiamat seperti orang-orang yang kesurupan dan kerasukan setan. Dan itu menimpa mereka "Adalah disebabkan me-reka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba."
Riba sama dengan jual beli? Sungguh perkataan yang sangat keji dan kias yang tidak saja rusak tapi juga merusak.
Asy-Syaikh al-Allamah Muhammad bin Shalih al-Utsaimin mengomentari perkataan mereka yang menyamakan riba dengan jual beli ini dalam syarah beliau terhadap al-Kaba`ir, dengan menga-takan, "Kias mereka ini adalah persis seperti kias iblis ketika Allah memerintahkannya untuk bersujud kepada Nabi Adam j, iblis berkata, sebagaimana yang diabadikan Allah; agar dapat diambil hikmahnya oleh kita semua,
أَنَا خَيْرٌ مِّنْهُ خَلَقْتَنِي مِن نَّارٍ وَخَلَقْتَهُ مِن طِينٍ
"Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah." (Shad: 76).
Mereka telah melakukan analogi yang rusak, sehingga pada ayat itu juga Allah langsung menyanggah analogi mereka dengan FirmanNya, "Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." Kata asy-Syaikh al-Utsaimin, "Allah tidaklah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba, kecuali karena antara kedua jenis (tran-saksi) tersebut terdapat perbedaan yang sangat besar, dan bahwa keduanya sama sekali tidak sama."
Pada ayat 276 dari surat al-Baqarah, yang merupakan kelan-jutan dari ayat di atas, Allah Ta’ala berfirman,
يَمْحَقُ اللّهُ الْرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللّهُ لاَ يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ
Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah, dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa." (Al-Baqarah: 276).
Jamaah Jum'at yang Dirahmati Allah
Riba adalah salah satu dosa yang paling berbahaya bagi seorang Muslim di dunia dan akhirat. Seperti itu tadi bahaya dan kerusakan yang ditimbulkan oleh sistem riba di dunia, maka pantaslah Allah Ta’ala dan Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam mengancam dengan ancaman yang sangat mengerikan di akhirat nanti. Di samping ayat-ayat Allah tadi, hadits-hadits Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam juga begitu keras memperingat-kan riba. Di antaranya Rasulullah a bersabda mengisahkan perja-lanan Isra' dan Mi'raj beliau bersama kedua malaikat yang membawa beliau,
حَتَّى أَتَيْنَا عَلَى نَهَرٍ مِنْ دَمٍ فِيْهِ رَجُلٌ قَائِمٌ، وَعَلَى وَسَطِ النَّهَرِ رَجُلٌ بَيْنَ يَدَيْهِ حِجَارَةٌ، فَأَقْبَلَ الرَّجُلُ الَّذِيْ فِي النَّهَرِ فَإِذَا أَرَادَ الرَّجُلُ أَنْ يَخْرُجَ رَمَى الرَّجُلُ بِحَجَرٍ فِي فِيْهِ فَرَدَّهُ حَيْثُ كَانَ، فَجَعَلَ كُلَّمَا جَاءَ لِيَخْرُجَ رَمَى فِي فِيْهِ بِحَجَرٍ فَيَرْجِعُ كَمَا كَانَ، فَقُلْتُ: مَا هَذا؟ فَقَالَ: الَّذِي رَأَيْتَهُ فِي النَّهَرِ آكِلُ الرِّبَا.
"… sampai kami mendatangi sebuah sungai dari darah, yang di tengahnya terdapat seorang laki-laki yang tengah berdiri, dan di tengah-tengah sungai tersebut terdapat pula seorang laki-laki yang di tangannya terdapat batu. Orang yang ada di sungai itu menda-tanginya, dan bila orang tersebut ingin keluar (dari sungai), laki-laki yang satunya tersebut melemparkan batu ke mulutnya, sehingga mengembalikannya ke tempat berdirinya semula; maka setiap kali dia berusaha untuk keluar dari sungai itu, maka laki-laki itu melemparnya dengan batu ke mulutnya, sehingga dia kembali ke tempatnya semula, maka aku bertanya (kepada Jibril), 'Apa ini?' Maka dia menjawab, 'Laki-laki yag engkau lihat di sungai itu adalah orang yang makan (mengambil) riba." (Diriwayatkan oleh Ahmad, al-Bukhari, Muslim dan lainnya).
Dalam hadits lain Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bahkan menempatkan riba sebagai salah satu di antara tujuh dosa besar yang membinasakan. Sabda beliau,
اِجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوْبِقَاتِ! قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللّهِ، وَمَا هُنَّ؟ قَالَ: اَلشِّرْكُ بِاللّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِيْ حَرَّمَ اللّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيْمِ وَالتَّوَلِّيْ يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلاَتِ.
"Kalian jauhilah tujuh dosa yang membinasakan!" Mereka bertanya, 'Apa saja wahai Rasulullah?' Beliau menjawab, 'Mempersekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, me-larikan diri pada saat pertempuran, dan menuduh perempuan yang menjaga diri, yang beriman, yang sedang lengah melakukan zina." (Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim).
Dalam hadits lain, dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya beliau berkata,
لَعَنَ رَسُوْلُ اللّهِ صَلَّى عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُوْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ، وَقَالَ: هُمْ سَوَاءٌ.
"Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat orang yang memakan (menggunakan) harta riba, orang yang memberikannya, yang menjadi juru tulis (dalam transaksi) riba, dan dua orang yang menjadi saksi." Dan beliau bersabda, "Mereka semua adalah sama". (Diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim).
Kaum Muslimin Rahimakumullah
Semoga khutbah singkat ini dapat menyadarkan kita untuk tidak mendekati riba dalam bentuk apa pun. Mari kita lawan sistem riba dengan sistem Islami yang diridhai Allah, dan tinggalkan perekonomian ribawi yang penuh kezhaliman. Mari kita merubah cara pandang kita terhadap suatu sistem, niscaya kita akan mampu menghadapi segala hal yang selama ini menjadi pertimbangan berat kita meninggalkan riba. Jika Anda menabung, maka pilihlah bank yang bernuansa Syari'ah.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذا، وَأَسْتَغْفِرُ اللّهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ, إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah yang kedua
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَلَّى اللَّّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا
Jamaah Jum'at yang Dirahmati Allah
Apabila riba harus diperangi, lain halnya dengan zakat yang merupakan kebalikannya. Riba adalah azab dan kezhaliman, sedangkan zakat adalah rahmat dan keadilan. Solusi paling tepat untuk mempersempit kesenjangan antara si kaya dengan si miskin adalah zakat. Secara logika sederhana kita dapat katakan, "Semakin kaya seseorang, maka orang-orang miskin semakin senang, karena akan semakin banyak zakat hartanya. Dan semakin banyak orang kaya, maka orang-orang miskin juga semakin senang, karena sema-kin banyak pula orang yang mengeluarkan zakat."
Bagi kita kaum Muslimin, zakat tidak hanya sekedar sebagai solusi problem sosial, tidak hanya membagi kasih kepada sesama, bukan hanya sebatas kepedulian sosial. Zakat adalah kewajiban asasi bagi kita, dan salah satu rukun Islam. Cobalah Anda perhati-kan, bagaimana Allah dalam banyak ayat merangkai zakat dengan shalat. Karena itu, kita yakin bahwa tonggak sebuah masyarakat Islam tidak akan berdiri, kecuali dengan shalat dan zakat, serta tentu saja ditunjang dengan kewajiban-kewajiban lainnya.
Jamaah Jum'at yang Dirahmati Allah
Jangan lupa untuk bershalawat atas Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabat beliau serta orang-orang yang mengikuti beliau sampai Hari Kiamat nanti. Allah telah mengingatkan ini di dalam Al-Qur`an. FirmanNya,
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. وَصَلىَّ اللهُ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ تَسْلِيمًا كَثِيرًا وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ اْلحَمْدُ لِلهِ رَبِّ اْلعَالمَِينَ.
(OLEH : Oleh: Abdurrahman Nuryaman, DikutPb dari Buku Kumpulan Khutbah Jum’at Pilihan Setahun Edisi ke-2, Darul Haq Jakarta).
Wass.wr.wb. IPH
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ ...
فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.
Jamaah Jum'at yang Dirahmati Allah
Sudah terlalu sering kita mendengar seruan untuk memper-sempit jurang pemisah antara si kaya dengan si miskin. Sudah lelah kita menerima selogan-selogan yang diusung oleh berbagai kala-ngan untuk melipat kesenjangan antara mereka yang berharta dan sanak saudara kita yang melarat. Kebijakan demi kebijakan terus bergulir atas nama kemanusiaan, dan undang-undang silih berganti ditetapkan atas nama kebijakan yang memihak rakyat kecil.
Tentu semua itu tidak sia-sia, akan tetapi sesungguhnya ma-salah yang paling besar yang selama ini telah menciptakan kesen-jangan antara orang yang memiliki modal dengan mereka yang hanya bertumpu pada nasib adalah sistem ekonomi riba.
Mari sejenak kita cermati masalah yang satu ini, semoga Allah memberikan pelajaran yang bermanfaat bagi kita semua.
Jamaah Jum'at yang Dirahmati Allah
Riba adalah sistem yang zhalim dan merusak. Riba inilah yang telah menyebabkan negeri-negeri Muslim selalu terkalahkan dalam sistem ekonomi dunia, dan menyebabkan kaum Muslimin selalu menjadi orang nomer dua dalam persaingan. Dan tentu akan sangat tidak memadai untuk menjelaskannya di sini dalam kapasitas khutbah yang memang disunnahkan untuk dipersingkat ini.
Gambaran mudahnya kira-kira sebagai berikut:
Semua kita tentu mengerti bahwa pada zaman dahulu, orang-orang melakukan transaksi jual beli dengan menukarkan barang dengan barang, yang kita kenal dalam istilah ekonomi dengan barter. Belakangan kemudian mulai muncul alat transaksi, berupa jenis-jenis tertentu dari logam dan batu mulia. Dan setelah itulah, kemudian emas dan perak menjadi alat transaksi yang paling dikenal sebagai alat transaksi oleh hampir semua bangsa di dunia, termasuk di zaman Rasulullah a yang saat itu dikenal dengan dinar dan dirham.
Akan tetapi berbelanja dalam jumlah yang besar menjadi ken-dala dari alat transaksi emas dan perak ini, karena membawanya ke sana kemari dalam jumlah besar adalah masalah besar. Di sini-lah awal munculnya ide menggunakan uang kertas; ialah dengan menyimpan uang emas dan diterbitkanlah uang kertas yang pada mulanya hanya berfungsi sebagai semacam kuitansi bergambar rumit, sebagai bukti bahwa si fulan memiliki emas berjumlah sekian. Tapi di belakang hari, uang kertas itu sendiri disahkan sebagai harta yang tidak lagi memiliki hubungan dengan nilai riil, yaitu emas. Lebih parah lagi kemudian bahwa antara satu mata uang dengan mata uang lainnya, tidak lagi berlaku satu banding satu, akan tetapi ditentukan oleh lingkaran setan riba yang zhalim. Kalau kita seder-hanakan, orang-orang yang paling malas sekalipun dapat menjadi orang kaya raya dengan jual beli mata uang secara haram, tanpa harus bekerja keras menciptakan hasil kerja riil atau pun jasa; di mana di pagi hari hanya butuh menghidupkan komputer lalu me-masuki alam maya, cyber global dan berjudi dengan hanya mempertaruhkan sesuatu yang hakikatnya tidak ada.
Yang sangat mengerikan adalah bahwa sistem keuangan ribawi ini telah menjadi kekuasaan bayangan yang sangat kejam, sehingga dapat mempengaruhi sistem politik, mengendalikan ke-bijakan suatu pemerintahan, dan yang paling menyakitkan adalah semakin memiskinkan orang-orang miskin.
Coba mari kita kenang kembali ketika tahun 1997 mata uang rupiah jatuh terhadap dolar Amerika, dalam prosentase yang sangat besar. Sebelum itu orang-orang yang berpenghasilan Rp. 500.000-, sudah termasuk kelas ekonomi cukup mapan saat itu, tapi dalam waktu sekejap menjadi orang-orang yang jauh dari cukup. Lalu bagaimana dengan orang-orang yang secara ekonomi di bawah itu? Harga barang langsung melonjak tak terkendali. Sekian juta masyarakat Indonesia tiba-tiba jatuh miskin, bukan karena mereka terbelakang, bukan karena mereka berhenti bekerja, bukan karena malas; tapi karena dimiskinkan oleh sistem. Para petani tetap ber-tani, pada pedagang terus berdagang, para karyawan negeri atau swasta tidak berhenti bekerja; tapi hasil kerja keras mereka yang seharusnya cukup, menjadi anjlok tak punya nilai dalam sekejap, dan itu berlangsung dalam waktu yang cukup lama, sampai per-ekonomian kembali stabil. Inilah gambaran sederhana dari kezha-liman sistem ribawi.
Kezhaliman sistem riba sesungguhnya telah diisyratkan Allah dalam al-Qur`an. Cobalah perhatikan Surat al-Baqarah dari ayat 275 sampai dengan ayat 281. Setelah Allah merinci tentang riba, Allah SWT kemudian berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ وَذَرُواْ مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ{278} فَإِن لَّمْ تَفْعَلُواْ فَأْذَنُواْ بِحَرْبٍ مِّنَ اللّهِ وَرَسُولِهِ وَإِن تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوسُ أَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلِمُونَ وَلاَ تُظْلَمُونَ{279} وَإِن كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ وَأَن تَصَدَّقُواْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ{280} وَاتَّقُواْ يَوْماً تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللّهِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لاَ يُظْلَمُونَ{281}
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum kalian ambil) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu, dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menzhalimi dan tidak (pula) dizhalimi. Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekah-kan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna ter-hadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya." (Al-Baqarah: 278-281).
Karena itu, adalah naif jika ada di antara pemikir kaum Muslimin yang mengatakan bahwa apabila dalam prosentase kecil, maka riba itu tidak apa-apa dan dapat dianggap sebagai biaya operasi transksi. Atau ada lagi yang mengatakan, bahwa riba yang diharam-kan al-Qur`an adalah yang merugikan salah satu pihak, tapi apa-bila masing-masing pihak mendapat keuntungan, maka itu adalah riba yang boleh-boleh saja. Ini adalah asumsi batil yang rapuh yang sama sekali tidak didasari oleh semangat syariat Islam, yang menye-barkan keadilan untuk setiap individu, dan bertentangan dengan ruh ar-Risalah al-Muhammadiyah untuk menciptakan suatu orde sosial yang saling menguntungkan antara semua komponen.
Masalahnya, riba tidak hanya terbatas antara seorang dengan seorang, atau antara sebuah bank dengan sejumlah nasabah, atau antara sejumlah PT dengan sebuah perbankan, sebagaimana yang dibayangkan oleh mereka yang membenarkan riba tersebut. Yang menjadi masalah adalah bahwa sistem riba ini merugikan penghi-dupan banyak orang, yang sebenarnya sama sekali tidak terlibat dalam mewujudkannya, menzhalimi masyarakat luas, dan mendatangkan perekonomian yang tidak mendatangkan berkah Allah.
Karenanya, setelah isyarat itu tadi, pada ayat 281 Allah Ta’ala mempertegas peringatanNya. FirmanNya,
"Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikit pun tidak dizhalimi (dirugikan)."
Jamaah Jum'at yang Dirahmati Allah
Sebelum kedua ayat di atas, Allah Ta’ala merinci tentang riba dan orang yang mengambil riba. Coba mari kita lebih perhatikan apa kata al-Qur`an sebelum kedua ayat di atas.
Allah Ta’ala berfirman,
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُواْ إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَن جَاءهُ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَىَ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
"Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), 'Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kem-bali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya." (QS. al-Baqarah: 275).
Dalam kitab al-Kaba`ir Imam al-Hafizh adz-Dzahabi mengomentari ayat "Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila', dengan mengatakan, "Maksudnya, mereka (yang memakan riba tersebut) akan bangun dari kubur-kubur me-reka pada Hari Kiamat seperti orang-orang yang kesurupan dan kerasukan setan. Dan itu menimpa mereka "Adalah disebabkan me-reka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba."
Riba sama dengan jual beli? Sungguh perkataan yang sangat keji dan kias yang tidak saja rusak tapi juga merusak.
Asy-Syaikh al-Allamah Muhammad bin Shalih al-Utsaimin mengomentari perkataan mereka yang menyamakan riba dengan jual beli ini dalam syarah beliau terhadap al-Kaba`ir, dengan menga-takan, "Kias mereka ini adalah persis seperti kias iblis ketika Allah memerintahkannya untuk bersujud kepada Nabi Adam j, iblis berkata, sebagaimana yang diabadikan Allah; agar dapat diambil hikmahnya oleh kita semua,
أَنَا خَيْرٌ مِّنْهُ خَلَقْتَنِي مِن نَّارٍ وَخَلَقْتَهُ مِن طِينٍ
"Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah." (Shad: 76).
Mereka telah melakukan analogi yang rusak, sehingga pada ayat itu juga Allah langsung menyanggah analogi mereka dengan FirmanNya, "Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." Kata asy-Syaikh al-Utsaimin, "Allah tidaklah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba, kecuali karena antara kedua jenis (tran-saksi) tersebut terdapat perbedaan yang sangat besar, dan bahwa keduanya sama sekali tidak sama."
Pada ayat 276 dari surat al-Baqarah, yang merupakan kelan-jutan dari ayat di atas, Allah Ta’ala berfirman,
يَمْحَقُ اللّهُ الْرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللّهُ لاَ يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ
Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah, dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa." (Al-Baqarah: 276).
Jamaah Jum'at yang Dirahmati Allah
Riba adalah salah satu dosa yang paling berbahaya bagi seorang Muslim di dunia dan akhirat. Seperti itu tadi bahaya dan kerusakan yang ditimbulkan oleh sistem riba di dunia, maka pantaslah Allah Ta’ala dan Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam mengancam dengan ancaman yang sangat mengerikan di akhirat nanti. Di samping ayat-ayat Allah tadi, hadits-hadits Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam juga begitu keras memperingat-kan riba. Di antaranya Rasulullah a bersabda mengisahkan perja-lanan Isra' dan Mi'raj beliau bersama kedua malaikat yang membawa beliau,
حَتَّى أَتَيْنَا عَلَى نَهَرٍ مِنْ دَمٍ فِيْهِ رَجُلٌ قَائِمٌ، وَعَلَى وَسَطِ النَّهَرِ رَجُلٌ بَيْنَ يَدَيْهِ حِجَارَةٌ، فَأَقْبَلَ الرَّجُلُ الَّذِيْ فِي النَّهَرِ فَإِذَا أَرَادَ الرَّجُلُ أَنْ يَخْرُجَ رَمَى الرَّجُلُ بِحَجَرٍ فِي فِيْهِ فَرَدَّهُ حَيْثُ كَانَ، فَجَعَلَ كُلَّمَا جَاءَ لِيَخْرُجَ رَمَى فِي فِيْهِ بِحَجَرٍ فَيَرْجِعُ كَمَا كَانَ، فَقُلْتُ: مَا هَذا؟ فَقَالَ: الَّذِي رَأَيْتَهُ فِي النَّهَرِ آكِلُ الرِّبَا.
"… sampai kami mendatangi sebuah sungai dari darah, yang di tengahnya terdapat seorang laki-laki yang tengah berdiri, dan di tengah-tengah sungai tersebut terdapat pula seorang laki-laki yang di tangannya terdapat batu. Orang yang ada di sungai itu menda-tanginya, dan bila orang tersebut ingin keluar (dari sungai), laki-laki yang satunya tersebut melemparkan batu ke mulutnya, sehingga mengembalikannya ke tempat berdirinya semula; maka setiap kali dia berusaha untuk keluar dari sungai itu, maka laki-laki itu melemparnya dengan batu ke mulutnya, sehingga dia kembali ke tempatnya semula, maka aku bertanya (kepada Jibril), 'Apa ini?' Maka dia menjawab, 'Laki-laki yag engkau lihat di sungai itu adalah orang yang makan (mengambil) riba." (Diriwayatkan oleh Ahmad, al-Bukhari, Muslim dan lainnya).
Dalam hadits lain Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bahkan menempatkan riba sebagai salah satu di antara tujuh dosa besar yang membinasakan. Sabda beliau,
اِجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوْبِقَاتِ! قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللّهِ، وَمَا هُنَّ؟ قَالَ: اَلشِّرْكُ بِاللّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِيْ حَرَّمَ اللّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيْمِ وَالتَّوَلِّيْ يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلاَتِ.
"Kalian jauhilah tujuh dosa yang membinasakan!" Mereka bertanya, 'Apa saja wahai Rasulullah?' Beliau menjawab, 'Mempersekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, me-larikan diri pada saat pertempuran, dan menuduh perempuan yang menjaga diri, yang beriman, yang sedang lengah melakukan zina." (Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim).
Dalam hadits lain, dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya beliau berkata,
لَعَنَ رَسُوْلُ اللّهِ صَلَّى عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُوْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ، وَقَالَ: هُمْ سَوَاءٌ.
"Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat orang yang memakan (menggunakan) harta riba, orang yang memberikannya, yang menjadi juru tulis (dalam transaksi) riba, dan dua orang yang menjadi saksi." Dan beliau bersabda, "Mereka semua adalah sama". (Diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim).
Kaum Muslimin Rahimakumullah
Semoga khutbah singkat ini dapat menyadarkan kita untuk tidak mendekati riba dalam bentuk apa pun. Mari kita lawan sistem riba dengan sistem Islami yang diridhai Allah, dan tinggalkan perekonomian ribawi yang penuh kezhaliman. Mari kita merubah cara pandang kita terhadap suatu sistem, niscaya kita akan mampu menghadapi segala hal yang selama ini menjadi pertimbangan berat kita meninggalkan riba. Jika Anda menabung, maka pilihlah bank yang bernuansa Syari'ah.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذا، وَأَسْتَغْفِرُ اللّهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ, إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah yang kedua
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَلَّى اللَّّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا
Jamaah Jum'at yang Dirahmati Allah
Apabila riba harus diperangi, lain halnya dengan zakat yang merupakan kebalikannya. Riba adalah azab dan kezhaliman, sedangkan zakat adalah rahmat dan keadilan. Solusi paling tepat untuk mempersempit kesenjangan antara si kaya dengan si miskin adalah zakat. Secara logika sederhana kita dapat katakan, "Semakin kaya seseorang, maka orang-orang miskin semakin senang, karena akan semakin banyak zakat hartanya. Dan semakin banyak orang kaya, maka orang-orang miskin juga semakin senang, karena sema-kin banyak pula orang yang mengeluarkan zakat."
Bagi kita kaum Muslimin, zakat tidak hanya sekedar sebagai solusi problem sosial, tidak hanya membagi kasih kepada sesama, bukan hanya sebatas kepedulian sosial. Zakat adalah kewajiban asasi bagi kita, dan salah satu rukun Islam. Cobalah Anda perhati-kan, bagaimana Allah dalam banyak ayat merangkai zakat dengan shalat. Karena itu, kita yakin bahwa tonggak sebuah masyarakat Islam tidak akan berdiri, kecuali dengan shalat dan zakat, serta tentu saja ditunjang dengan kewajiban-kewajiban lainnya.
Jamaah Jum'at yang Dirahmati Allah
Jangan lupa untuk bershalawat atas Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabat beliau serta orang-orang yang mengikuti beliau sampai Hari Kiamat nanti. Allah telah mengingatkan ini di dalam Al-Qur`an. FirmanNya,
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. وَصَلىَّ اللهُ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ تَسْلِيمًا كَثِيرًا وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ اْلحَمْدُ لِلهِ رَبِّ اْلعَالمَِينَ.
(OLEH : Oleh: Abdurrahman Nuryaman, DikutPb dari Buku Kumpulan Khutbah Jum’at Pilihan Setahun Edisi ke-2, Darul Haq Jakarta).
Wass.wr.wb. IPH
Prof Jeffrey Lang: Hidayah dari Hadiah Alquran
Prof. Lang adalah muallaf, yang kagum kepada Al Qur'an saat membaca surat ke-2. Al Baqarah ayat 30
"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka (Malaikat) berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (Q.S 2 : 30)
Beliau kagum, karena Al Qur'an kitab suci yang memperbolehkan bertanya meski kepada Allah SWT. Karenanya Prof Lang menulis buku yang jadi best seller berjudul "Even Angel ask" atau sudah di Indonesiakan oleh Mizan dengan judul :"Bahkan Malaikat-pun bertanya" . Terlampir adalah wawancara beliau dan pandangan Prof Lang tentang Al Qur'an. Semoga bermanfaat.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Prof Jeffrey Lang: Hidayah dari Hadiah Alquran
By Republika Newsroom
Minggu, 26 April 2009 pukul 07:14:00
"Adam diturunkan ke bumi bukan karena dosa yang diperbuatnya, melainkan karena Allah SWT menginginkan seorang khalifah di bumi untuk mengatur dan menyejahterakan alam.’’ (Jeffrey Lang).
Prof Dr Jeffrey Lang,nama lengkapnya.Sehari-hari dia be -kerja sebagai dosendan peneliti bidangmatematika di Uni -versitas Kansas, salahsatu universitasterkemuka di Amerika Serikat. Gelar master dan doktor matematika diraihnya dari Purdue University pada tahun 1981. Ia dilahirkan dalam sebuah ke luarga penganut paham Katolik Roma di Bridgeport, Connecticut, pada 30 Januari 1954.
Pendidikan dasar hingga menengah ia jalani di sekolah berlatar Katolik Roma selama hampir 18 tahun. Selama itu pula, menurut Lang—sebagaimana ditulis dalam catatan hariannya tentang perjalanannya mencari Islam— menyisakan banyak pertanyaan tak berjawab dalam dirinya tentang Tuhan dan filosofiajaran Kristen yang dianutnya selama ini.
‘’Seperti kebanyakan anak-anak lain di kisaran tahun 1960-an hingga awal 1970-an, saya melewati masa kecil yang penuh keceriaan. Bedanya, pada masa itu, saya sudah mulai banyak bertanya tentang nilai-nilai kehidupan, baik itu secara politik, sosial, maupun keagamaan. Saya bahkan sering bertengkar dengan banyak kalangan, termasuk para pemuka gereja Katolik,’’ paparnya.
Menginjak usia 18 tahun, Lang remaja memutuskan menjadi seorang atheis. ‘’Jika Tuhan itu ada dan Dia punya belas kasih dan sayang, lalu mengapa ada begitu banyak penderitaan di atas bumi ini? Mengapa Dia tidak masukkan saja kita semua ke dalam surga? Mengapa juga dia menciptakan orang-orang di atas bumi ini dengan berbagai penderitaan?’’ kisah Lang tentang kegelisahan hatinya kala itu. Selama bertahun-tahun, pertanyaan-pertanyaan seperti itu terus menggelayuti pikirannya.
Dihadiahi Alquran akhirnya Lang baru mendapat jawaban atas berbagai pertanyaan tersebut ketika ia bekerja sebagai salah seorang asisten dosen di Jurusan Matematika, Universitas San Francisco. Di sanalah, ia menemukan petunjuk bahwa Tuhan itu ada dan nyata dalam kehidupan ini. Petunjuk itu ia dapatkan dari beberapa mahasiswanya yang beragama Islam.
Saat pertama kali memberi kuliah di Universitas San Francisco, Lang bertemu dengan seorang mahasiswa Muslim yang mengambil mata kuliah matematika. Ia pun langsung akrab dengan mahasiswa itu. Mahmoud Qandeel, nama mahasiswa tersebut. Dia berasal dari Arab Saudi. Mahmoud, kata Lang, telah memberi banyak masukan kepadanya mengenai Islam. Menariknya, semua diskusi mereka menyangkut dengan sains dan teknologi. Salah satu yang pernah didiskusikan Lang dan Qandeel adalah riset kedokteran. Lang dibuat terpana oleh jawaban Qandeel, yang di negaranya adalah seorang mayor polisi.
Qandeel menjawab semua pertanyaan dengan sempurna sekali dan dengan menggunakan bahasa Inggris yang bagus.Ketika pihak kampus mengadakan acara perpisahan di luar kampus yang dihadiri oleh semua dosen dan mahasiswa, Qandeel menghadiahi asisten dosen itu sebuah Alquran dan beberapa buku mengenai Islam. Atas inisiatifnya sendiri, Lang pun mempelajari isi Alquran itu. Bahkan, buku-buku Islam tersebut dibacanya hingga tuntas. Dia mengaku kagum dengan Alquran. Dua juz pertama dari Alquran yang dipelajarinya telah mem buat dia takjub dan bagai terhipnotis.
‘’Tiap malam muncul beraneka ma cam pertanyaan dalam diri saya. Tapi, entah mengapa, jawabannya segera saya temukan esok harinya. Seakan ada yang membaca pikiran saya dan menuliskannya di setiap baris Alquran. Saya seakan menemukan diri saya di tiap halaman Alquran,’’ ungkap Lang.
Telaah Alquran Sebagai seorang pakar dalam bidang matematika dan dikenal sebagai seorang peneliti, penjelasan yang didapatkannya tidak langsung ia percayai begitu saja. Ia meneliti dan menelaah secara lebih mendalam ayatayat Alquran. Beberapa ayat yang membuatnya kagum dan telah membandingkannya dengan ajarannya yang lama adalah ayat 30-39 surah Albaqarah tentang penciptaan Adam.
Dalam bukunya Losing My Religion: A Call for Help, Jeffrey Lang secara lengkap menjelaskan pergulatannya dalam memahami ayat 30-39 surah Albaqarah tersebut.
‘’Saya membaca ayat tersebut beberapa kali, namun tak kunjung sanggup menangkap apa maksud Alquran,’’ ujarnya. ‘’Bagi saya, Alquran sepertinya sedang menyampaikan sesuatu yang sangat mendasar atau mungkin keliru. Lalu, saya membacanya lagi secara perlahan dan saksama, baris demi baris, untuk memastikan pesan yang di -sampaikan,’’ lanjutnya.
Ketika membaca ayat ke-30 surah Albaqarah, ‘’Dan, ingatlah ketika Tuhanmu berkata kepada malaikat, ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.’ Malaikat berkata, ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi, mereka adalah orang-orang yang akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah. Padahal, kami senantiasa bertasbih dengan memuji dan menyucikan Engkau?’ Allah berfirman, ‘Sesungguhnya, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui’.’’ Menurut Lang, ayat ini sangat mengganggunya. ‘’Saya merasa sangat kesepian. Seakan-akan penulis kitab suci ini telah menarik diri saya ke dalam ruang hampa dan sunyi untuk berbicara langsung dengan saya,’’ ujarnya.
‘’Saya berpikir, keterangan ayat tersebut ada sesuatu yang keliru. Saya protes. Lalu, saya baca lagi. Saya amati dengan saksama. Sebab, menurut ajaran yang pernah saya dapatkan, diturunkannya Adam ke bumi bukan menjadi khalifah, tetapi sebagai hukuman lantaran dosa Adam. Namun, dalam Alquran, tidak ada satu kata pun yang menjelaskan sebab-sebab diturunkan Adam karena perbuatan dosa,’’ jelasnya.
Menurut Lang, pertanyaan yang di utarakannya sama dengan pertanyaan malaikat yang menyatakan bahwa manusia itu berbuat kerusakan.
‘’Tapi, saya merasa ada sesuatu yang lain dari keterangan ayat selanjutnya.
Allah hanya menjawab, ‘Sesungguhnya, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.’ Jawaban ini terkesan sederhana dan enteng, namun mengandung makna yang dalam,’’ ungkapnya.
Lang menjelaskan, dalam Alkitab, jawaban Tuhan atas pertanyaan malaikat disampaikan tentang hukuman yang diberikan karena berbuat dosa. ‘’Penjelasan ini berbeda dengan Alquran. Alquran menjawab pertanyaan para malaikat dengan memperlihatkan kemampuan manusia, pilihan moral, dan bimbingan Ilahi.
Allah mengajarkan manusia (Adam) nama-nama benda.’’ ‘’Ayat tersebut menunjukkan kemu liaan dan kemampuan manusia yang tidak diberikan kepada malaikat,’’ ujarnya.
Bahkan, pada ayat ke-39 dite rangkan, ‘’Adapun orang-orang yang tidak beriman dan mendustakan ayatayat Kami, mereka adalah penghuni neraka dan mereka kekal di dalamnya.’’ ‘’Saya merasa ayat ini makin kuat menyerang saya. Namun, saya semakin percaya akan kebenaran Alquran dan meyakini agama Islam yang dibawa oleh Muhammad SAW,’’ jelasnya.
Islam rasional
Sekitar tahun 1980-an, belum banyak pelajar Muslim yangmenuntut ilmu di UniversitasSan Francisco. Sehingga, kalau bertemu dengan mahasiswa Muslim di area kampus, menurut Lang, itu merupakan hal yang sangat langka. Ada cerita menarik tatkala Lang sedang menelusuri kampus. Secara tak terduga, ia menemukan sebuah ruangan kecil di lantai bawah sebuah gereja. Ruang tersebut rupanya dipakai oleh beberapa mahasiswa Islam untuk menunaikan shalat lima waktu.
Kepalanya dipenuhi tanda tanya dan rasa ingin tahu. Dia pun memutuskan masuk ke tempat shalat tersebut. Waktu itu, bertepatan dengan waktu shalat Zuhur. Oleh para mahasiswanya, dia pun diajak untuk ikut shalat. Dia berdiri persis di belakang salah seorang mahasiswa dan mengikuti setiap gerakannya.
Dengan para mahasiswa Muslim ini, Lang berdiksusi tentang masalah agama, termasuk semua pertanyaan yang selama ini tersimpan dalam kepalanya. ‘’Sungguh luar biasa, saya benar-benar terkejut sekali dengan cara mereka menjelaskan. Masuk akal dan mudah dicerna. Ternyata, jawabannya ada dalam ajaran Islam,’’ tuturnya.
Sejak saat itu, Lang pun memutuskan masuk Islam dan mengucapkan dua kalimah syahadat. Dia menjadi seorang mualaf pada awal 1980. Ia mengaku bahwa dengan menjadi seorang Muslim, banyak sekali kepuasan batin yang didapatkannya.
Itulah kisah perjalanan spiritual sang profesor yang juga meraih karier bagus di bidang matematika. Dia mengaku sangat terinspirasi dengan matematika yang menurutnya logis dan berisi faktafakta berupa data riil untuk menda patkan jawaban konkret.
‘’Dengan cara seperti itulah, saya bekerja. Adakalanya, saya frustrasi ketika ingin mencari sesuatu, tapi tidak mendapat jawaban yang konkret. Namun, dengan Islam, semuanya rasional, masuk akal, dan mudah dicerna,’’ tukasnya.
Prof Lang saat ini ditunjuk oleh fakultasnya sebagai pembina organisasi Aso siasi Mahasiswa Islam guna menjembatani para pelajar Muslim dengan pihak universitas. Tak hanya itu, dia bah kan ditunjuk untuk memberikan ma ta kuliah agama Islam oleh pihak rektorat.
Ia menikah dengan seorang perempuan Arab Saudi bernama Raika pada tahun 1994. Mereka dikaruniai tiga anak, yakni Jameelah, Sarah, dan Fattin. Selain menulis ratusan artikel ilmiah bidang matematika, dia juga telah menulis beberapa buku Islam yang menjadi rujukan komunitas Muslim Amerika. Even Angels ask: A Journey to Islam in America adalah salah satu buku best seller-nya. Dalam buku itu, dia menulis kisah perjalanan spiritualnya hingga memeluk Islam.
Beberapa tahun belakangan ini, Lang aktif pada banyak kegiatan Islami dan dia merupakan pembicara inspirasional yang paling terkenal di sebuah organi sasi pendidikan bernama Mecca Centric. Di sana, dia melayani konsultasi segala sesuatu tentang Islam ataupun kegiatan kepemudaan.
Billahit taufiq wal hidayah
Wassalamualaikum wr.wb
IPH
"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka (Malaikat) berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (Q.S 2 : 30)
Beliau kagum, karena Al Qur'an kitab suci yang memperbolehkan bertanya meski kepada Allah SWT. Karenanya Prof Lang menulis buku yang jadi best seller berjudul "Even Angel ask" atau sudah di Indonesiakan oleh Mizan dengan judul :"Bahkan Malaikat-pun bertanya" . Terlampir adalah wawancara beliau dan pandangan Prof Lang tentang Al Qur'an. Semoga bermanfaat.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Prof Jeffrey Lang: Hidayah dari Hadiah Alquran
By Republika Newsroom
Minggu, 26 April 2009 pukul 07:14:00
"Adam diturunkan ke bumi bukan karena dosa yang diperbuatnya, melainkan karena Allah SWT menginginkan seorang khalifah di bumi untuk mengatur dan menyejahterakan alam.’’ (Jeffrey Lang).
Prof Dr Jeffrey Lang,nama lengkapnya.Sehari-hari dia be -kerja sebagai dosendan peneliti bidangmatematika di Uni -versitas Kansas, salahsatu universitasterkemuka di Amerika Serikat. Gelar master dan doktor matematika diraihnya dari Purdue University pada tahun 1981. Ia dilahirkan dalam sebuah ke luarga penganut paham Katolik Roma di Bridgeport, Connecticut, pada 30 Januari 1954.
Pendidikan dasar hingga menengah ia jalani di sekolah berlatar Katolik Roma selama hampir 18 tahun. Selama itu pula, menurut Lang—sebagaimana ditulis dalam catatan hariannya tentang perjalanannya mencari Islam— menyisakan banyak pertanyaan tak berjawab dalam dirinya tentang Tuhan dan filosofiajaran Kristen yang dianutnya selama ini.
‘’Seperti kebanyakan anak-anak lain di kisaran tahun 1960-an hingga awal 1970-an, saya melewati masa kecil yang penuh keceriaan. Bedanya, pada masa itu, saya sudah mulai banyak bertanya tentang nilai-nilai kehidupan, baik itu secara politik, sosial, maupun keagamaan. Saya bahkan sering bertengkar dengan banyak kalangan, termasuk para pemuka gereja Katolik,’’ paparnya.
Menginjak usia 18 tahun, Lang remaja memutuskan menjadi seorang atheis. ‘’Jika Tuhan itu ada dan Dia punya belas kasih dan sayang, lalu mengapa ada begitu banyak penderitaan di atas bumi ini? Mengapa Dia tidak masukkan saja kita semua ke dalam surga? Mengapa juga dia menciptakan orang-orang di atas bumi ini dengan berbagai penderitaan?’’ kisah Lang tentang kegelisahan hatinya kala itu. Selama bertahun-tahun, pertanyaan-pertanyaan seperti itu terus menggelayuti pikirannya.
Dihadiahi Alquran akhirnya Lang baru mendapat jawaban atas berbagai pertanyaan tersebut ketika ia bekerja sebagai salah seorang asisten dosen di Jurusan Matematika, Universitas San Francisco. Di sanalah, ia menemukan petunjuk bahwa Tuhan itu ada dan nyata dalam kehidupan ini. Petunjuk itu ia dapatkan dari beberapa mahasiswanya yang beragama Islam.
Saat pertama kali memberi kuliah di Universitas San Francisco, Lang bertemu dengan seorang mahasiswa Muslim yang mengambil mata kuliah matematika. Ia pun langsung akrab dengan mahasiswa itu. Mahmoud Qandeel, nama mahasiswa tersebut. Dia berasal dari Arab Saudi. Mahmoud, kata Lang, telah memberi banyak masukan kepadanya mengenai Islam. Menariknya, semua diskusi mereka menyangkut dengan sains dan teknologi. Salah satu yang pernah didiskusikan Lang dan Qandeel adalah riset kedokteran. Lang dibuat terpana oleh jawaban Qandeel, yang di negaranya adalah seorang mayor polisi.
Qandeel menjawab semua pertanyaan dengan sempurna sekali dan dengan menggunakan bahasa Inggris yang bagus.Ketika pihak kampus mengadakan acara perpisahan di luar kampus yang dihadiri oleh semua dosen dan mahasiswa, Qandeel menghadiahi asisten dosen itu sebuah Alquran dan beberapa buku mengenai Islam. Atas inisiatifnya sendiri, Lang pun mempelajari isi Alquran itu. Bahkan, buku-buku Islam tersebut dibacanya hingga tuntas. Dia mengaku kagum dengan Alquran. Dua juz pertama dari Alquran yang dipelajarinya telah mem buat dia takjub dan bagai terhipnotis.
‘’Tiap malam muncul beraneka ma cam pertanyaan dalam diri saya. Tapi, entah mengapa, jawabannya segera saya temukan esok harinya. Seakan ada yang membaca pikiran saya dan menuliskannya di setiap baris Alquran. Saya seakan menemukan diri saya di tiap halaman Alquran,’’ ungkap Lang.
Telaah Alquran Sebagai seorang pakar dalam bidang matematika dan dikenal sebagai seorang peneliti, penjelasan yang didapatkannya tidak langsung ia percayai begitu saja. Ia meneliti dan menelaah secara lebih mendalam ayatayat Alquran. Beberapa ayat yang membuatnya kagum dan telah membandingkannya dengan ajarannya yang lama adalah ayat 30-39 surah Albaqarah tentang penciptaan Adam.
Dalam bukunya Losing My Religion: A Call for Help, Jeffrey Lang secara lengkap menjelaskan pergulatannya dalam memahami ayat 30-39 surah Albaqarah tersebut.
‘’Saya membaca ayat tersebut beberapa kali, namun tak kunjung sanggup menangkap apa maksud Alquran,’’ ujarnya. ‘’Bagi saya, Alquran sepertinya sedang menyampaikan sesuatu yang sangat mendasar atau mungkin keliru. Lalu, saya membacanya lagi secara perlahan dan saksama, baris demi baris, untuk memastikan pesan yang di -sampaikan,’’ lanjutnya.
Ketika membaca ayat ke-30 surah Albaqarah, ‘’Dan, ingatlah ketika Tuhanmu berkata kepada malaikat, ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.’ Malaikat berkata, ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi, mereka adalah orang-orang yang akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah. Padahal, kami senantiasa bertasbih dengan memuji dan menyucikan Engkau?’ Allah berfirman, ‘Sesungguhnya, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui’.’’ Menurut Lang, ayat ini sangat mengganggunya. ‘’Saya merasa sangat kesepian. Seakan-akan penulis kitab suci ini telah menarik diri saya ke dalam ruang hampa dan sunyi untuk berbicara langsung dengan saya,’’ ujarnya.
‘’Saya berpikir, keterangan ayat tersebut ada sesuatu yang keliru. Saya protes. Lalu, saya baca lagi. Saya amati dengan saksama. Sebab, menurut ajaran yang pernah saya dapatkan, diturunkannya Adam ke bumi bukan menjadi khalifah, tetapi sebagai hukuman lantaran dosa Adam. Namun, dalam Alquran, tidak ada satu kata pun yang menjelaskan sebab-sebab diturunkan Adam karena perbuatan dosa,’’ jelasnya.
Menurut Lang, pertanyaan yang di utarakannya sama dengan pertanyaan malaikat yang menyatakan bahwa manusia itu berbuat kerusakan.
‘’Tapi, saya merasa ada sesuatu yang lain dari keterangan ayat selanjutnya.
Allah hanya menjawab, ‘Sesungguhnya, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.’ Jawaban ini terkesan sederhana dan enteng, namun mengandung makna yang dalam,’’ ungkapnya.
Lang menjelaskan, dalam Alkitab, jawaban Tuhan atas pertanyaan malaikat disampaikan tentang hukuman yang diberikan karena berbuat dosa. ‘’Penjelasan ini berbeda dengan Alquran. Alquran menjawab pertanyaan para malaikat dengan memperlihatkan kemampuan manusia, pilihan moral, dan bimbingan Ilahi.
Allah mengajarkan manusia (Adam) nama-nama benda.’’ ‘’Ayat tersebut menunjukkan kemu liaan dan kemampuan manusia yang tidak diberikan kepada malaikat,’’ ujarnya.
Bahkan, pada ayat ke-39 dite rangkan, ‘’Adapun orang-orang yang tidak beriman dan mendustakan ayatayat Kami, mereka adalah penghuni neraka dan mereka kekal di dalamnya.’’ ‘’Saya merasa ayat ini makin kuat menyerang saya. Namun, saya semakin percaya akan kebenaran Alquran dan meyakini agama Islam yang dibawa oleh Muhammad SAW,’’ jelasnya.
Islam rasional
Sekitar tahun 1980-an, belum banyak pelajar Muslim yangmenuntut ilmu di UniversitasSan Francisco. Sehingga, kalau bertemu dengan mahasiswa Muslim di area kampus, menurut Lang, itu merupakan hal yang sangat langka. Ada cerita menarik tatkala Lang sedang menelusuri kampus. Secara tak terduga, ia menemukan sebuah ruangan kecil di lantai bawah sebuah gereja. Ruang tersebut rupanya dipakai oleh beberapa mahasiswa Islam untuk menunaikan shalat lima waktu.
Kepalanya dipenuhi tanda tanya dan rasa ingin tahu. Dia pun memutuskan masuk ke tempat shalat tersebut. Waktu itu, bertepatan dengan waktu shalat Zuhur. Oleh para mahasiswanya, dia pun diajak untuk ikut shalat. Dia berdiri persis di belakang salah seorang mahasiswa dan mengikuti setiap gerakannya.
Dengan para mahasiswa Muslim ini, Lang berdiksusi tentang masalah agama, termasuk semua pertanyaan yang selama ini tersimpan dalam kepalanya. ‘’Sungguh luar biasa, saya benar-benar terkejut sekali dengan cara mereka menjelaskan. Masuk akal dan mudah dicerna. Ternyata, jawabannya ada dalam ajaran Islam,’’ tuturnya.
Sejak saat itu, Lang pun memutuskan masuk Islam dan mengucapkan dua kalimah syahadat. Dia menjadi seorang mualaf pada awal 1980. Ia mengaku bahwa dengan menjadi seorang Muslim, banyak sekali kepuasan batin yang didapatkannya.
Itulah kisah perjalanan spiritual sang profesor yang juga meraih karier bagus di bidang matematika. Dia mengaku sangat terinspirasi dengan matematika yang menurutnya logis dan berisi faktafakta berupa data riil untuk menda patkan jawaban konkret.
‘’Dengan cara seperti itulah, saya bekerja. Adakalanya, saya frustrasi ketika ingin mencari sesuatu, tapi tidak mendapat jawaban yang konkret. Namun, dengan Islam, semuanya rasional, masuk akal, dan mudah dicerna,’’ tukasnya.
Prof Lang saat ini ditunjuk oleh fakultasnya sebagai pembina organisasi Aso siasi Mahasiswa Islam guna menjembatani para pelajar Muslim dengan pihak universitas. Tak hanya itu, dia bah kan ditunjuk untuk memberikan ma ta kuliah agama Islam oleh pihak rektorat.
Ia menikah dengan seorang perempuan Arab Saudi bernama Raika pada tahun 1994. Mereka dikaruniai tiga anak, yakni Jameelah, Sarah, dan Fattin. Selain menulis ratusan artikel ilmiah bidang matematika, dia juga telah menulis beberapa buku Islam yang menjadi rujukan komunitas Muslim Amerika. Even Angels ask: A Journey to Islam in America adalah salah satu buku best seller-nya. Dalam buku itu, dia menulis kisah perjalanan spiritualnya hingga memeluk Islam.
Beberapa tahun belakangan ini, Lang aktif pada banyak kegiatan Islami dan dia merupakan pembicara inspirasional yang paling terkenal di sebuah organi sasi pendidikan bernama Mecca Centric. Di sana, dia melayani konsultasi segala sesuatu tentang Islam ataupun kegiatan kepemudaan.
Billahit taufiq wal hidayah
Wassalamualaikum wr.wb
IPH